Usulan itu pun disampaikan kepada Arcandra Tahar dan pelaku migas. Namun, pelaku migas menolak metode itu.”Pelaku bilang tidak mau deemed profit. Maunya ketentuan umum yang normal,” ujar Suahasil.

Alhasil, dalam penyusunan pajak gross split ini, ada tiga hal yang menjadi pegangan BKF. Pertama, perpajakan gross split dimaksudkan untuk mendorong industri hulu migas. Artinya pajak jangan dipungut di depan.

Dengan begitu industri hulu migas dan turunannya akan tumbuh. Sehingga bisa menjadi basis pajak. “Saya bilang ke teman Direktorat Jenderal Pajak jangan dimunculin pajak di depan. Nanti kalau industri ada, maka pajak muncul dengan sendirinya,” kata Suahasil.

Kedua adalah kepastian hukum. Dalam menyusun aturan ini, pemerintah akan meminimalkan daerah “abu-abu” yang bisa menjadi sumber ketidakpastian. Ketiga adalah penyederhanaan.

(Baca: Pemerintah Beri Dua Insentif Pajak Baru untuk Skema Gross Split)

Tiga semangat skema kontrak bagi hasil 

Di sisi lain, Arcandra Tahar berharap peraturan pemerintah mengenai pajak gross split bisa cepat selesai. Ia juga menyampaikan setidaknya ada tiga semangat yang mendasari terbitnya skema kontrak bagi hasil gross split.

Semangat pertama adalah kepastian. Dengan skema ini kontraktor bisa menghitung sendiri besaran bagi hasilnya berdasarkan variabel yang ada pada kontrak gross split. Alhasil bisa menghindari perdebatan mengenai besaran pengembalian biaya operasi (cost recovery) karena seluruh biaya ditanggung kontraktor.

Kedua, kesederhanaan. Dalam skema kontrak gross split kontraktor akan lebih mudah mejalankan eksplorasi dan eksploitasi. Sebab KKKS tidak perlu lagi terlibat dalam membahas anggaran dengan SKK Migas setiap tahunnya.

Ketiga, efisiensi. Dengan skema gross split, kontraktor bisa melakukan pengadaan barang dan jasa secara mandiri. "Beri kita waktu untuk buktikan," kata Arcandra.

Halaman: