Masyarakat adat yang ada di Papua meminta ikut dilibatkan dalam proses divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia. Hal tersebut disampaikan saat bertemu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Ketua Lembaga Adat Suku Amungme (LEMASA) Odizeus Beanal mengatakan selama ini suku adat hanya mendapatkan bantuan CSR yang diberikan setiap tahun oleh Freeport sebesar 1% dari laba kotor Freeport. Jumlahnya sekitar Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun.
(Baca: Kementerian BUMN: Pemda Papua Ikut Borong Sisa 41% Saham Freeport)
Biaya tersebut digunakan untuk kesehatan, pendidikan beasiswa, dan pengembangan ekonomi masyarakat adat Papua. Namun Odizeus merasa sistem manajemen pengelolaan dana itu tidak berjalan maksimal. Sebab masih dikelola manajemen Freeport melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) bukan masyarakat.
Untuk itu, Odizeus berharap pemerintah pusat juga melibatkan masyarakat adat dalam proses divestasi. "Kami meminta hak, gunung sudah habis. Dengan keputusan yang sudah ada kami pikir pemerintah sudah memiliki bargaining power yang baik," kata dia usai bertemu Jonan di Kementerian ESDM, Senin (4/9).
Dewan Adat Papua Wilayah Meepago John Gobai mengatakan pertemuan hari ini merupakan undangan dari Menteri ESDM. Tujuannya mendengar masukan tokoh adat setelah kesepakatan PT Freeport Indonesia atas divestasi 51% sahamnya.
Menurut John, masyarakat adat harus dilibatkan sebagai wujud nyata dari kedaulatan pemilik tanah. “Pak Menteri menyetujui untuk memfasilitasi pertemuan antara masyarakat, Freeport dan juga pemerintah," kata dia.
(Baca: BEI Minta Divestasi Freeport Lewat Bursa, Kepemilikan Asing Dibatasi)
Meski begitu, sampai saat ini belum ada pembahasan mengenai mekanisme yang akan didapatkan masyarakat adat. Saat ini ada opsi dalam bentuk pengambilan saham atau berupa bagi hasil dari laba Freeport seperti yang sekarang, yakni melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Selain mekanisme, besaran saham yang akan didapatkan juga belum ada termasuk dana yang dikeluarkan oleh masyarakat ada. "Masyarakat belum diskusi dapat berapa. Kami bukan mengemis saham, tapi hak,” ujar John.
Febiolla Ohoi dari Dewan Adat Mamberamo Tami (Mamta) Papua mengatakan pihaknya ingin diakui secara legal dalam pengambilan saham Freeport tersebut. Apalagi selama dua periode perpanjangan kontrak masyarakat adat belum pernah dilibatkan dalam berunding.
(Baca: Wawancara Khusus Jonan: Prinsip Presiden, Freeport Tak Bisa Ditawar)
Menurut Febiolla baru kali ini pemerintah mengundang masyarakat adat membahas negosiasi Freeport. "Ini dulu tidak pernah, harus mengemis. Kalau anda punya tanah, mau diakui seperti apa," ujar dia.