Laba Pertamina Semester I Anjlok 24% Akibat Penjualan Premium

Katadata | Arief Kamaludin
16/8/2017, 16.35 WIB

Laba bersih PT Pertamina (Persero) menurun 24% sepanjang semester I tahun 2017. Penyebabnya adalah penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium yang tidak mengalami perubahan harga sejak April 2016.  

Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan selama Januari hingga Juni 2017, perusahaannya berhasil memperoleh laba bersih US$ 1,40 miliar atau Rp 18,6 triliun. Padahal periode yang sama tahun lalu bisa mencatatkan US$ 1,83 miliar.

(Baca: Pertamina Rugi Rp 9,2 Triliun Jual Premium dan Solar Sejak Awal 2017)

Laba bersih Pertamina tertekan karena pemerintah tidak menaikkan harga BBM jenis Premium. Padahal harga minyak dunia juga meningkat. “Sampai September tidak ada kenaikan harga BBM, itu saya kira salah satu penyebab turunnya net income," kata dia dalam paparan kinerja Pertamina semester I 2017, Selasa (16/8).

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2304 K/12/MEM/2017 yang ditetapkan Ignasius Jonan tangal 21 Juni 2017, harga jual eceran Solar sejak Juli hingga September 2017 sebesar Rp 5.150 per liter. Adapun Premium non Jamali (Jawa-Madura-Bali) sebesar Rp 6.450 per liter. 

Dengan tidak adanya kenaikan harga itu, menurut Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar, saat ini ada selisih harga jual dan keekonomiannya. Untuk Solar, Pertamina harus menanggung selisih Rp 1.200 per liter. Sementara Premium mencapai Rp 400 per liter.

Namun, secara volume, secara total penjualan seluruh jenis BBM di luar Solar, mengalami kenaikan menjadi 32,60 juta kilo liter (KL) dari periode sebelumnya 31,47 juta KL. Dari 32,60 juta KL, 42,4% merupakan Premium, 39,9% Pertalite, Pertama 16,9% dan Pertamax Plus/Turbo 0,8%.

Selain itu, penjualan nonBBM juga meningkat. Penjualan gas domestik, petrokimia dan pelumas selama enam bulan pertama tahun ini meningkat menjadi 7,60 juta KL, dari periode sebelumnya yang hanya 7,17 juta KL.  Adapun kinerja penjualan gas sepanjang semester pertama 2017 untuk transportasi tercatat 253,1 miliar kaki kubik (BSCF) dan penjualan gas alam cair (LNG) terealisasi 258,01 juta MMBTU. 

(Baca: Perusahaan Singapura Tawarkan Gas untuk Pembangkit Listrik)

Di sisi lain, meningkatnya harga minyak juga menjadi insentif bagi sektor hulu. Semester I 2017, Pertamina berhasil memproduksi migas sebesar 692 mboepd atau lebih tinggi dari periode tahun lalu yang hanya 640 mboepd. Rinciannya, produksi gas 2.022 mmscfd, dan minyak 343 ribu bph.

Kinerja pengolahan pada semester pertama 2017, total minyak yang berhasil diolah di kilang 157,06 juta barel (MMBbl) dan total keluarannya 148,6 MMBbl. Sedangkan volume produk yang bisa dijual (valueable product) 122,64 MMBbl.

Untuk mengantisipasi faktor eksternal, Pertamina tetap menjalankan program efisiensi perusahaan dan penciptaan nilai tambah. Sepanjang semester I tahun 2017, efisiensi yang sudah dilakukan US$360 juta. 

(Baca: Berkat Efisiensi, Pertamina Raup Laba Kuartal III Rp 37 Triliun)

Dengan berbagai pencapaian tersebut, penerimaan Pertamina semester I 2017 sebesar US$ 20,5 miliar naik 19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 17,2 miliar. Namun, laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) semester I tahun ini mencapai US$ 3,16 miliar, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 4,10 miliar.