Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan memeriksa biaya operasional di Proyek Jambaran-Tiung Biru. Pemeriksaan ini untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan operator, sehingga berdampak pada harga gas yang akan dijual.

Deputi Operasi SKK Migas Fatar Yani mengatakan harga jual gas dari proyek Tiung Biru masih mahal. Penyebabnya diduga karena biaya pengembangan proyek tersebut juga tinggi. Jadi harga dipatok agar proyek ekonomis.

(Baca: Jadi Proyek Strategis, Pertamina Ingin Gas Tiung Biru Cepat Laku)

Menurut Fatar, seharusnya harga gas dari Proyek Jambaran-Tiung Biru bisa turun menjadi US$ 7 per mmbtu kalau biaya produksi bisa ditekan. Untuk itu perlu evaluasi mengenai biaya proyek. “Kami akan periksa apakah biaya pengembangan bisa diturunkan. Proyek ini kan di darat, apa iya mahal,” kata dia Kamis (6/7).

Presiden Direktur PT Pertamina EP Cepu Andriansyah mengatakan belum mengetahui evaluasi SKK Migas mengenai harga Proyek Jambaran-Tiung Biru. Namun sesuai rencana pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD), harga gas dari proyek itu hanya US$ 8 eskalasi dua persen per mmbtu. “Saya malah belum dapat info (SKK Migas) itu,” kata dia kepada Katadata, Jumat (7/7).

Saat ini Proyek Jambaran-Tiung Biru memang terkendala monetisasi harga gas bumi. Padahal proyek ini rencananya akan beroperasi pada 2020.

Ketika berproduksi, proyek ini bisa menghasilkan 172 mmscfd. Dari jumlah tersebut 100 mmscfd rencananya akan dibeli 100 mmscfd.

Halaman: