Kinerja PT Pertamina (Persero) pada awal tahun ini tidak terlalu kinclong dibandingkan tahun lalu. Laba bersih perusahaan BUMN energi ini tergerus akibat kenaikan harga minyak dan beban penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Laba bersih Pertamina pada kuartal I tahun ini mencapai US$ 760 juta. Jumlahnya merosot 24,75 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 1,01 miliar.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik menyatakan, penyebab anjloknya laba bersih perusahaan tahun ini adalah harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak mengalami perubahan. Padahal, Pertamina juga harus mengimpor BBM dari luar negeri dengan harga minyak yang trennya meningkat.
(Baca: Pertamina Klaim Merugi Jual BBM Sejak Oktober Tahun Lalu)
Berdasarkan data Pertamina, jika mengacu formula BBM maka harga Premium di luar Jawa, Madura dan Bali untuk periode Mei 2017 seharusnya Rp 7.500 per liter. Namun, pemerintah hanya menetapkan harga sebesar Rp 6.450 per liter. Artinya terdapat selisih harga sebesar Rp 1.050 per liter.
Begitu juga dengan harga Solar subsidi. Jika mengacu keekonomian, harga pada Mei 2017 sebesar Rp 6.000 per liter. Sedangkan harga ketetapan pemerintah untuk Solar subsidi pada periode tersebut sebesar Rp 5.150 per liter.
Penetapan harga di bawah keekonomian itu tentu berpengaruh terhadap laba Pertamina. "Memang terlihat dengan naik-turunnya harga minyak, tingkat keuntungan kami menurun," kata dia saat konferensi pers kinerja kuartal I 2017 di Gedung Pertamina, Jakarta, Rabu (24/5).
Di sisi lain, peningkatan harga minyak juga berpengaruh terhadap penerimaan perusahaan. Pertamina memang menjual minyak mentah ke luar negeri dengan acuan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP).
(Baca: Butuh Banyak Modal, Pertamina Kurangi Porsi Dividen)
Sebagai gambaran, ICP pada kuartal I 2017 mencapai level US$ 51,03 per barel. Bandingkan dengan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 30,20 per barel.
Sedangkan produksi migas Pertamina pada tiga bulan pertama tahun ini sebesar 648 mboepd. Jumlahnya naik 6 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Adapun, produksi hariannya pada kuartal I 2017 sebesar 337 ribu barel per hari (MBOPD) atau meningkat 10 persen. Di sisi lain, produksi harian gas pada kuartal I ini mencapai 2.010 juta kaki kubik per hari (mmscfd), naik 2 persen dibandingkan tahun lalu.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, peningkatan produksi itu berasal dari kinerja anak usaha Pertamina seperti Pertamina Hulu Energi, Pertamina EP Cepu, Pertamina EP, dan Pertamina International EP. "Peningkatan produksi besar itu dari PHE dan PIEP, kalau Pertamina EP ada sedikit penurunan, " kata dia.
(Baca: Kuartal I 2017, 25 BUMN Menderita Kerugian Rp 3 Triliun)
Namun, peningkatan produksi ini tidak diimbangi dengan kinerja pengolahannya. Pada kuartal I 2017, Pertamina mengolah minyak mentah sebanyak 74 juta barel atau lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang mencapai 80,2 juta. Penyebabnya adalah kegiatan pemeliharaan kilang atau turn Around (TA).
Sementara itu, Direktur Pemasaran Pertamina Muchammad Iskandar mengatakan pangsa pasar untuk produk BBM Pertamina mengalami sejumlah pergeseran. Ia mencontohkan pangsa pasar konsumen Premium masih 83 persen di kuartal I tahun lalu sedangkan pada tiga bulan pertama tahun ini turun menjadi 44,3 persen.
"Jadi perpindahan konsumen dari produk premium ke BBK masih terus terjadi. Harapan kami konsumen akan memilih produk yang kualitasnya terbaik," ujar dia.
Dengan berbagai pencapaian tersebut, penerimaan Pertamina pada kuartal I 2017 mencapai US$ 10,14 miliar atau melonjak 18,6 persen. Namun, laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) kuartal I tahun ini mencapai US$ 1,89 miliar, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 2,18 miliar.