BPK juga menemukan ketidakpatuhan pengelolaan rantai suplai pada proyek Blok A Aceh. Ada dua kelemahan proses pengadaan proyek terintegrasi pembangunan fasilitas produksi gas di blok tersebut oleh anak usaha Medco yaitu Medco E&P Mallaca.

Pertama, Medco tidak menerbitkan pengumuman pembatalan lelang atas pelelangan ulang yang mengalami tiga kali kegagalan. Selain itu, SKK Migas telah mengeluarkan persetujuan rencana pengadaan baru tanpa melalui mekanisme pencabutan persetujuan rencana pengadaan sebelumnya.

(Baca: Teken Kontrak Konstruksi US$ 240 Juta, Medco Mulai Garap Blok A)

Kedua, penunjukan PT JGC Indonesia yang merupakan perusahaan nasional sebagai pemuka konsorsium tidak sesuai dengan pedoman tata kerja (PTK) yang menyatakan bagi penyedia barang/ jasa yang berbentuk konsorsium. Atas dasar itu perusahaan dalam negeri harus bertindak sebagai pemuka konsorsium.

Hal itu bisa menyebabkan proses pengadaan proyek terintegrasi pembangunan fasilitas produksi gas di Blok A senilai US$ 239,80 juta menjadi cacat administrasi dan berpotensi menimbulkan masalah hukum. Namun, menurut SKK Migas, pembatalan lelang tidak dilakukan karena Medco telah gagal pelelangan secara berulang dan telah menyampaikan untuk diproses lebih lanjut.

Di sisi lain, BPK menemukan permasalahan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). BPK menganggap SKK Migas belum melakukan konfirmasi ulang kepada kontraktor yang belum menyampaikan laporan realisasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN),

Selain itu, belum ada surat teguran kepada pimpinan tertinggi KKKS yang belum menyampaikan laporan realisasi TKDN. SKK Migas juga belum mengenakan sanksi administrasi kepada 25 penyedia barang/ jasa karena tidak mampu memenuhi komitmen TKDN. (Baca: TKDN Peralatan Hulu Migas Masih Rendah)

SKK Migas juga belum mempunyai standar atau norma, jenis, kategori dan besaran biaya dalam Evaluasi atas laporan realisasi TKDN yang disampaikan kontraktor. Hal ini menyebabkan laporan rekapitulasi capaian TKDN oleh kontraktor yang disusun SKK Migas tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya, serta tidak dapat digunakan sebagai basis data penggunaan komponen lokal industri hulu minyak dan gas bumi.

Secara total, hasil audit BPK menemukan 9 temuan yang memuat 13 permasalahan. Permasalahan tersebut meliput 12 kelemahan sistem pengendalian intern dan 1 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Halaman: