Pemerintah tidak akan mengubah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi untuk periode April hingga Juni 2017. Artinya, harga BBM untuk dua jenis tersebut akan tetap hingga momen Lebaran nanti. Pertimbangannya agar harga tidak terlalu bergejolak sehingga dapat membebani masyarakat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan harga Premium dan Solar bersubsidi untuk tiga bulan ke depan sama dengan saat ini. "Itu (harga BBM) diusahakan April sampai Juni tidak akan naik," kata dia di Jakarta, Jumat (24/3).
(Baca: Tarif Listrik dan BBM Picu Infasi, Pemerintah Perlu Siapkan BLT)
Dengan kebijakan itu artinya harga jual kedua jenis BBM ini tidak berubah sejak April tahun lalu. Harga jual Solar subsidi sebesar Rp 5.150 per liter. Sedangkan harga Premium jenis penugasan untuk wilayah non-Jamali (Jawa-Madura-Bali) Rp 6.450 per liter. Adapun, harga jual minyak tanah Rp 2.500 per liter.
Padahal, jika mengacu harga minyak mentah dunia dalam tiga bulan terakhir menunjukkan tren kenaikan. Berdasarkan data harga minyak OPEC, harga rata-rata Oktober sampai Desember 2016 masih US$ 47,58 per barel. Sedangkan periode Januari sampai Maret mencapai US$ 52,15 per barel.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolarAmerika Serikat (AS) di Bank Indonesia pada periode Oktober sampai Desember 2016 memang melemah 2,36 persen. Namun, sejak Januari sampai Maret lalu menguat 0,08 persen.
Jonan mengatakan, PT Pertamina (Persero) tidak akan menderita kerugian dengan kebijakan harga BBM ini. Apalagi, Pertamina memiliki keuntungan dari penjualan BBM saat harga minyak anjlok namun pemerintah tidak menurunkan harga BBM.
Keuntungan Pertamina saat itu bisa dijadikan cadangan apabila harga minyak kembali naik. "Jadi ada cadangan yang di Pertamina itu, bisa digunakan pada saat harga minyak mentah naik," kata dia. (Baca: Sembilan Wilayah Sudah Bisa Menikmati BBM Satu Harga)
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah dalam menentukan harga BBM tidak hanya melihat indikator ekonomi, tapi juga aspek sosial dan politik. Alhasil, harga BBM yang diputuskan oleh pemerintah masih tergolong wajar dan diterima masyarakat.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar mengakui, perusahaannya pada semester I tahun lalu memang mengantongi keuntungan Rp 2 triliun karena menjual harga BBM di atas harga keekonomian. Namun, sejak Oktober 2016 malah mengalami kerugian.
Penyebab kerugian adalah harga minyak dunia mulai naik menjadi US$ 50 per barel, sementara harga jual BBM tidak mengalami kenaikan alias tetap. Alhasil, sepanjang kuartal IV tahun lalu, Pertamina mengalami defisit sebesar Rp 150 per liter untuk menjual Premium dan Solar sebesar Rp 300 per liter.
Kerugian itu berlanjut pada periode Januari sampai Maret 2017. Jadi, keuntungan Rp2 triliun dari semester I tahun 2016 itu sudah tidak tersisa untuk menutup kerugian. (Baca: Pertamina Klaim Merugi Jual BBM Sejak Oktober Tahun Lalu)
Meski merugi, Iskandar tidak bisa berbuat banyak sebab keputusan harga BBM penugasan dan subsidi berada di tangan pemerintah. "Karena pemerintah yang menetapkan," ujarnya.