Pertamina dan Exxon Berbagi 90 Persen Hak Kelola East Natuna

Arief Kamaludin|KATADATA
11/1/2017, 19.12 WIB

Petronas kemudian hengkang dan masuk PTT EP dari Thailand. Begitu juga dengan perusahaan migas asal Perancis, yakni Total E&P Indonesie. (Baca: Pertamina Klaim Total Mundur dari Konsorsium Blok East Natuna)

Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) tidak mau terburu-buru menandatangani kontrak Blok East Natuna. Penandatanganan kontrak ini kemungkinan baru bisa terlaksana pada 2018, setelah kajian teknis dan pasar selesai.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan kajian teknis dan pasar ini sangat penting untuk mengetahui aspek komersial sekaligus siapa pembeli gas hasil produksi blok tersebut. Dengan begitu konsorsium bisa menghitung keekonomian proyek tersebut.

Syamsu tidak ingin ketika berproduksi, gas dari Blok East Natuna malah tidak laku. Padahal kontraktor sudah mengeluarkan dana yang besar, sehingga bisa merugikan. “Lebih tepat jangan buru-buru di-sign sekarang. Kan proposal kami juga belum, baru nanti di 2018,” ujar dia. (Baca: Pengembangan Minyak dan Gas Blok East Natuna Bisa Bersamaan)

Tantangan lain di Blok East Natuna adalah kandungan karbondioksida (CO2) yang besar hingga 70 persen. Untuk memisahkan CO2 dengan gas bumi membutuhkan dana yang besar. Jadi, Pertamina masih perlu berkomunikasi dengan pemerintah untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan ongkos yang dikeluarkan.

Halaman:
Reporter: Anggita Rezki Amelia