Pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 untuk melonggarkan kebijakan ekspor konsentrat atau mineral mentah. Namun, kebijakan ini hanya diberikan untuk perusahaan yang sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sedangkan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) harus mengubah bentuk kontraknya menjadi IUPK terlebih dahulu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjelaskan, Undang-Undang Minerba tidak mewajibkan pemegang IUPK harus melakukan pemurnian dulu dalam batas waktu tertentu agar dapat mengekspor konsentrat.
(Baca: Pemerintah Bentuk Tim Kecil Bahas Pelonggaran Ekspor Mineral)
"Kalau mau ekspor tapi tidak melakukan pemurnian, itu (perusahaan pemegang kontrak karya) harus berubah jadi IUPK," ujar Jonan usai rapat koordinasi pembahasan revisi PP No. 1/2014 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (22/12).
Sedangkan perusahaan yang sudah memegang IUPK dapat mengekspor konsentrat sesuai dengan rencana kerja tahunan yang telah diserahkan kepada pemerintah. "Antarkementerian memang telah bersepakat, tetapi revisi aturan ini tetap harus menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi)," ujar Jonan.
Meski begitu, dia menegaskan, pelonggaran ekspor ini hanya berlaku untuk konsentrat. Sedangkan untuk mineral mentah lainnya, seperti bijih nikel, pemerintah tetap melarang perusahaan tambang, termasuk BUMN, melakukan ekspor. Alasannya, perusahaan-perusahaan tersebut tetap harus melakukan program hilirisasi.
(Baca: Setelah 1,5 Tahun, Sektor Tambang Akhirnya Tumbuh Lagi)
Di sisi lain, pemerintah masih belum memutuskan tarif bea keluar ekspor konsentrat tersebut. Sebab, hal tersebut merupakan kewenangan Kementerian Keuangan. Yang jelas, Jonan mengatakan, pemerintah akan segera menyelesaikan revisi aturan tersebut agar aturan baru sudah bisa diterapkan mulai tahun depan.
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menjelaskan, Menteri BUMN Rini Soemarno tetap berpegang pada undang-undang yang melarang ekspor bijih nikel (ore) ke luar negeri. Tujuannya agar mineral mentah ini bisa diolah di dalam negeri untuk menciptakan nilai tambah.
(Baca: Relaksasi Pertambangan, Pemerintah Hanya Buka Ekspor Bijih Tembaga)
Padahal, sebelumnya, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. sebagai BUMN tambang mendukung relaksasi ekspor mineral mentah, terutama bijih nikel. Direktur Utama Aneka Tambang Tedy Badrujaman menyatakan, pelonggaran izin ekspor dapat membantu perusahaan melakukan hilirisasi. Apalagi di tengah harga komoditas tambang yang rendah saat ini.
Jika diperbolehkan mengekspor bijih nikel, terutama yang berkualitas rendah yang biasanya ditimbun kembali, perusahaan akan mendapat nilai tambah. Dengan begitu, Aneka Tambang punya dana untuk pembangunan smelter.