Pemerintah sedang menggodok skema baru kerja sama minyak dan gas bumi (migas) yang baru. Langkah tersebut sebagai upaya menarik investasi di Indonesia, khususnya sektor hulu migas.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Teguh Pamudji mengatakan pemerintah akan memberikan alternatif lain selain skema kontrak bagi hasil alias production sharing contract (PSC). “Menteri Energi ingin melihat apakah dalam konteks perundang-perundangan dimungkinkan bentuk kerja sama lain,” kata Teguh di Kementerian Energi, Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2016.
Ada beberapa alternatif yang sedang dikaji pemerintah untuk skema kerja sama ini. Pertama adalah sistem konsensi. Di sini, investor akan diberikan izin oleh pemerintah untuk mengelola lapangan migas, bukan lagi kontrak. (Baca: Guru Besar UI: Sistem Royalti Migas Tidak Langgar Konstitusi).
Teguh mengakui sistem konsesi ini masih menjadi perdebatan di dunia akademisi. “Mereka menganggap konsesi itu seolah-olah sumber daya alam itu diserahkan kepada si badan usaha tapi sebetulnya tidak seperti itu,” ujar dia.
Selain konsensi dan kontrak bagi hasil, pemerintah juga mempertimbangkan sistem kontrak gross revenue. Artinya, bagi hasil dibagikan tanpa ada cost recovery atau pengembalian biaya operasi. (Baca: Cost Recovery Migas Bermasalah, Pemerintah Kaji Sistem Baru Kontrak).
Atas opsi tersebut, kata Teguh, Pelaksana Menteri Energi Luhut Binsar Pandjaitan meminta mengkajinya kembali. “Kalau dihitung dari sisi keekonomian, itu yang bagus yang mana, baik dari sisi pemerintah maupun badan usaha,” ujar dia.
Mengenai regulasi, skema baru akan berupa Peraturan Menteri Energi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas disebutkan bahwa menteri menetapkan bentuk dan dasar-dasar kerjasama. Berdasar hal itu, konsep kerja sama ini akan diterapkan untuk investasi baru. Harapannya, kontraktor migas makin bergairah untuk menanamkan modal di tengah investasi migas yang terus menurun.
Dari data SKK Migas sepanjang Januari hingga Agustus tahun lalu terlihat nilai investasi di blok migas yang berstatus eksploitasi sudah mencapai US$ 9,3 miliar. Dalam periode yang sama tahun ini, nilainya hanya US$ 7,2 miliar. (Baca: Investasi di Blok Eksploitasi Turun 22 Persen dari Tahun Lalu).
Tidak hanya itu, realisasi investasi di blok eksploitasi juga masih di bawah target rencana kerja dan anggaran perusahaan yang sudah ditetapkan. Adapun target investasi hingga akhir tahun di blok eksploitasi mencapai US$ 14,1 miliar.