Proyek Listrik 35 Ribu MW Dongkrak Konsumsi Batubara 90 Persen

Arief Kamaludin (Katadata)
Kapal pengangkut batubara di kawasan PLTU Suralaya, Banten.
7/9/2016, 17.01 WIB

Konsumsi batubara diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas total 35 ribu Mega Watt (MW). Peningkatannya bahkan bisa mencapai 90 persen dalam tiga tahun ke depan.

Megaproyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW hingga 2019 mendatang memang didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara. Porsi PLTU batubara ini mencapai 46,97 persen dari total pembangkit listrik yang direncanakan pembangunannya.

Alhasil, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman menyatakan, kebutuhan batubara akan terus meningkat seiring rampung dan beroperasinya pembangkit listrik tersebut.

Saat ini, jumlah kebutuhan batubara untuk PLTU batubara sebesar 87,7 juta ton. Jumlahnya akan meningkat seiring program pembangkit listrik 35 ribu MW, ditambah proyek 7 ribu MW yang sudah beroperasi.

Kapasitas total PLTU akan meningkat 28.828 MW pada tahun 2019. "Karena itu, kebutuhan batubara diperkirakan turut bertambah menjadi 166,2 juta ton,” kata Jarman, Selasa (6/9). (Baca: Bangun Pembangkit Listrik di Indonesia Timur Butuh Rp 152 Triliun)

Menurut dia, pemerintah masih mengandalkan PLTU batubara untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Pertimbangannya, harga beli listrik yang dihasilkan PLTU batubara lebih murah. Selain itu, Indonesia memiliki cadangan batubara besar, yang tercatat 29,48 miliar ton. Jumlahnya lebih banyak dibandingkan cadangan minyak dalam negeri.

Meski begitu, Jarman mengingatkan pengoperasian PLTU batubara berdampak terhadap lingkungan, antara lain dalam bentuk emisi gas buang, air limbah, dan limbah padat. Emisi gas buang dapat menyebabkan hujan asam, penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pemanasan global, hingga perubahan iklim.

(Baca: Stok Batu Bara Tak Mencukupi Pembangkit Listrik 20 GW)

Karena itu, beberapa negara bersepakat mengendalikan kenaikan suhu bumi agar tidak melebihi 2 derajat. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian "Paris Agreement" di Konvensi Para Pihak (Conferences of Parties – COP) UNFCCC ke-21 di Paris, Perancis, tahun lalu.

Pada konvensi tersebut, Presiden Joko Widodo pun mendeklarasikan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi CO2 atau gas rumah kaca sebesar 29 persen di tahun 2030. (Databoks: PLN Akselerasi Program 35.000 MW)

Selain itu, melalui dokumen Intended Nationally Determined Contributions (INDCs), Indonesia mencantumkan kegiatan pembangunan PLTU batubara dengan menggunakan teknologi seperti clean coal technology untuk mencapai 29 persen penurunan emisi gas ruang kaca di tahun 2030.