PT Perusahaan Listrik Negara menyatakan tarif listrik dari Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH) saat ini merupakan alternatif menunggu tarif baru yang akan disubsidi. Perusahaan pelat merah itu menetapkan harga listrik per kWh sebesar US$ 0,07 sampai 0,08.
Direktur perencanaan PLN Nieke Widyawati menuturkan dalam pembangunan pembangkit dengan tenaga Energi Baru dan Terbarukan(EBT), khususnya Mikro Hidro, PLN masih membutuhkan subsidi jika harus membeli listrik dengan harga yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam Peraturan Menteri Energi Nomor 19 Tahun 2015, harga listrik dari pengembang PLTMH harus US$ 0,09 sampai 0,12 per kWh, lebih tinggi dari yang ditetapkan PLN
“Masalah subsidi EBT sudah jelas, apakah mau diambil dari subsidi atau dana ketahanan energi, itu otomatis diganti. Dalam perjanjian PPA (jual-beli listrik) ini ada yang namanya pasal peralihan. Ini cara supaya tidak terhambat,” kata Nieke di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu, 29 Juni 2016. (Baca: Menteri ESDM Peringatkan PLN Permudah Syarat Tender Pembangkit Swasta).
Menurut Nieke, tarif yang ditetapkan PLN telah melalui perhitungan matang. Secara korporasi, PLN akan bersikap hati-hati dengan tidak memberatkan perusahaan dan pemerintah karena tidak perlu subsidi. Tarif saat ini pun diklaim tidak menghambat pengembangan pembangkit mikro hidro.
“Bukan untuk mengabaikan Permen Energi, tapi ini merupakan solusi sementara, suapaya yang sudah siap PPA berjalan. Bagi pendanaan dan perbankan ini masih cukup visible. Bagi PLN, tidak perlu subsidi dengan angka demikian,” ujar Nieke. (Baca: Pengusaha Listrik Khawatirkan Polemik Menteri ESDM dan Bos PLN).
Di sisi lain, dia membantah jika PLN melarang pengembang untuk membangun PLTMH ini di Pulau Jawa. Menurutnya, pembangkit mikro hidro lebih dibutuhkan di pulau-pualu luar Jawa. Apalagi, Pulau Jawa-Bali telah menganut sistem interkoneksi, di mana PLN akan membeli listrik dari energi yang lebih murah yaitu batubara. Atas dasar itu, PLN khawatir PLTMH akan kalah bersaing.
Sedangkan, untuk luar Jawa-Bali, belum menggunakan sistem interkoneksi. Jadi, PLN akan fokus untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah-daerah terpencil bahkan sampai ke bagian Timur Indonesia tanpa melihat harga yang paling murah. Karena itulah, kata Nieke, pembangunan PLTMH lebih cocok untuk wilayah luar Jawa-Bali dan daerah terpencil.
Mulai awal Januari 2016 sampai saat ini, jumlah PLTMH yang sudah beroperasi sebanyak 191,2 megawatt (MW), ditambah yang memasuki masa konstruksi 202,4 MW. Sedangkan yang sudah tandatangan PPA namun belum konstruksi sejumlah 183 MW. (Baca: Jokowi Minta PLN Perbanyak Beli Listrik, Bukan Bangun Pembangkit).
Kemudian, yang sedang proses PPA dan menunggu tandatangan sebanyak 117 MW. Adapun yang sudah mengajukan proposal baru 711 MW. “Total yang ada di meja kami 1.400 MW. Itu target sampai akhir 2016,” ujar Nieke.