Keinginan Presiden Joko Widodo mempercepat pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur, masih menemui kendala. Masalahnya sudah lazim, yaitu ketersediaan lahan lantaran masih ada tanah kas desa yang harus diganti.

Sekretaris Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo mengatakan, luas tanah kas desa tersebut mencapai 25 hektare. Namun, proses penggantiannya terhambat regulasi, yaitu Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa.

Beleid tersebut mengatur penggantian lahan kas desa (tanah bengkok) harus dilakukan di desa yang sama. Alhasil, PT Pertamina (Persero) kesulitan mencari lahan pengganti untuk membangun Kilang Tuban itu.

“Kami akan cari jalan keluarnya dengan Menteri Dalam Negeri agar merelaksasi penggantiannya,” kata Wahyu seusai rapat koordinasi KPPIP di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/6).

(Baca: Jokowi Restui Rosneft Jadi Mitra Pertamina di Kilang Tuban)

Tak cuma itu, Wahyu mengungkapkan, KPPIP tengah mengkaji pengadaan lahan berupa tanah wakaf untuk pembangunan Kilang Tuban.

Untuk itu, dia telah menerima masukan dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil agar penggantian tanah wakaf dapat dilakukan dengan uang, bukan lagi lahan yang sama. “Ini masukan dari Bappenas yang perlu kami kaji juga,” katanya.

Presiden Joko Widodo bertemu dengan petinggi Rosneft di Rusia.  (Biro Pers Istana)

Menurut Wahyu, pangkal soal persoalan tanah kas desa itu adalah perizinan lahan dari Kementeran Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kepada Pertamina belum mencukupi untuk pembangunan kilang minyak. Sebab, di lahan tersebut juga akan dibangun Pelabuhan Tanjung Awar-awar.

(Baca: Pertamina Cari Lokasi untuk Bangun Dua Kilang Baru)

“Lahan yang dimiliki LHK ini sebagian atau sekitar 20 hektare akan dijadikan pelabuhan,” katanya. Alhasil, Pertamina harus membebaskan tanah desa di sekitar lokasi pembangunan proyek kilang.

Seperti diketahui, Pertamina telah memilih Rosneft Oil Company sebagai mitra pembangunan Kilang Tuban. Akhir Mei lalu, kedua perusahaan telah meneken perjanjian kerangka kerjasama dan bersepakat membentuk perusahaan patungan untuk membangun kilang minyak.

Masa feasibility study (FS) pembangunan kilang ditargetkan rampung tahun depan dan ground breaking pada 2018. Jadi, Kilang Tuban dengan nilai investasi US$ 13 miliar dan kapasitas produksi 300 ribu barel minyak per hari itu diharapkan sudah beroperasi pada 2021.

(Baca: Pembebasan Lahan Kilang Tuban Sudah 78 Persen)

Di sisi lain, Wahyu menjelaskan perkembangan rencana pembangunan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur. Menurut dia, International Finance Corporation (IFC) selaku konsultan kilang tersebut juga meminta diikutsertakan dalam pekerjaan konsultasi proyek lain yang ramah lingkungan. Secara spesifik, lembaga keuangan internasional itu meminta dilibatkan dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Makasar dan Tangerang.

“Secara umum IFC telah setuju untuk mendukung dalam transaction advisory, hanya saja mereka ingin bukan hanya energi fosil tapi juga yang terbarukan,” kata Wahyu.

Sebaliknya, pemerintah berharap IFC, yang telah berpengalaman menyiapkan proyek-proyek kilang, dapat melibatkan mitra lokal yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Dengan begitu, bisa terjadi transfer kemampuan konsultansi kilang.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, dengan penunjukan IFC sebagai konsultan maka pihaknya akan melakukan sosialisasi atau penjajakan minat kepada para calon investor. Langkah tersebut untuk mencari dana pembiayaan proyek tersebut. “Kami harap bisa terealisasi cepat,” katanya.