Kementerian BUMN Dukung PLN Soal Tarif Listrik Mikro Hidro

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
17/6/2016, 18.41 WIB

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menudukung upaya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) meminta subsidi atas tarif Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH) yang ditentukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Penetapan tarif baru yang lebih tinggi ini dianggap dapat membebani keuangan PLN.

Deputi Bidang Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan selama ini PLN telah bekerja cukup baik dan tidak terbebani dengan tarif listrik yang harus dibeli dari PLTMH. Namun, tarif baru yang ditentukan oleh Kementerian ESDM, dapat membuat keuangan PLN akan terbebani.

"Jadi kalau (tarif) itu dinaikan konsekuensinya cost (biaya yang dikeluarkan PLN) akan meningkat. Siapa yang akan menutup cost tersebut," ujar Edwin saat ditemui Katadata usai Rapat dengan Komisi VI di Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (16/7).

Menurutnya, kebutuhan finansial perusahaan yang begitu besar untuk mensukseskan program pembangunan Pembangkit Listrik 35 gigawatt (GW). Jika memang Kementerian ESDM bersikeras agar PLN menggunakan tarif baru tersebut, seharusnya PLN mendapatkan subsidi, sesuai dengan kelebihan tarif sebelumnya.

(Baca: Pembangkit Mikro Hidro Merugikan PLN, Sudirman: Itu Bohong)

Di sisi lain, Menteri ESDM Sudirman Said membantah anggapan bahwa PLN akan rugi jika membeli listrik dari PLTMH dengan harga yang ditetapkannya. Alasannya kapasitas satu pembangkit PLTMH hanya di bawah 10 MW. Jika ditotal secara keseluruhan, kapasitas PLTMH seluruh Indonesia pun hanya sebesar 78 MW. Jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang PLN sekarang, porsinya hanya 0,125 persen.

Dengan hitungan tersebut, Sudirman menilai porsi PLTMH sangat kecil bagi kelistrikan nasional. "Jadi meributkan seolah PLTMH akan membuat PLN kerepotan secara keuangan, itu isu yang membohongi masyarakat," ujarnya.

Sudirman mengatakan alasan Kementerian ESDM menetapkan tarif yang dinilai PLN terlalu tinggi, adalah untuk membantu pengusaha daerah dan pengusaha yang berskala kecil dan menengah bisa ikut serta membangun dan mengelola pembangkit listrik. Sedangkan harga yang dibeli PLN sebelumnya, dianggap kurang menarik.

(Baca: JK Perintahkan Menteri ESDM Naikkan Harga Listrik Mini Hidro)

Karena itulah, pengusaha berskala kecil dan menengah perlu diberikan insentif tarif karena modalnya tidak terlalu besar. Dengan insentif tersebut, maka pengusaha akan tertarik untuk ikut membangun dan mengelola pembangkit listrik.

Edwin juga mengakui pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) seperti PLTMH masih relatif mahal. Pengusaha memang butuh insentif agar mau mengembangkan pembangkit EBT. Namun bukan berati harus dengan mengorbankan dan membebankan semuanya ke PLN.

Makanya Edwin meminta pemerintah, khususnya Kementerian ESDM untuk mendukung pengembangannya melalui subsidi. "Tapi bukan berarti PLN tidak mendukung EBT," ujar Edwin.

Diberitakan sebelumnya, PLN bersikeras menyatakan tidak akan mencabut surat edaran mengenai tarif listrik dari PLTMH. Padahal, surat tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19 tahun 2015.

Dalam Permen ini Kementerian ESDM menetapkan harga listrik dari pengembang PLTMH harus US$ 0,09 – 0,12 per kwh. Sementara dalam Surat Edaran PLN Nomor 0497/REN.01.01/DIT-REN/2016, PLN hanya akan membeli listrik tersebut dengan harga yang lebih rendah, yakni hanya US$ 0,07 – 0,08 per kWh.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir menegaskan sampai saat ini pihaknya masih bernegosiasi dengan pemerintah. Makanya surat edaran tersebut belum dicabut. Salah satu yang dinegosiasikan adalah subsidi untuk menutup selisih harga yang ditentukan pemerintah dan PLN. “Masih menunggu subsidi. Tapi berapa jumlahnya belum tahu,” ujarnya beberapa waktu lalu.

(Baca: Negosiasi Harga Listrik Mikro Hidro Buntu)

Reporter: Miftah Ardhian