KATADATA ? Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian anggaran negara sebesar Rp 17, 7 triliun karena keterlambatan pembangunan pembangkit listrik. Selain itu, ada juga pemborosan uang negara sebesar Rp 43 miliar dalam proyek pembangkit listrik sejak 2009 sampai 2014.

Anggota IV BPK Rizal Djalil mengatakan keterlambatan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) membuat pemerintah tidak bisa berhemat dalam penyediaan listrik. Penyediaan listrik masih harus lebih banyak menggunakan bahan bakar minyak (BBM).

Hal ini dinilai sebagai pemborosan, karena penggunaan BBM membuat harga produksi listrik menjadi mahal. Akhirnya pemerintah harus memberikan subsidi BBM untuk kebutuhan listrik tersebut. Dengan tidak dibangunnya pembangkit listrik di yang tidak menggunakan BBM, membuat negara kehilangan kesempatan untuk berhemat hingga Rp 17,7 triliun.

Catatan BPK menyebut ada beberapa proyek yang batal dibangun dalam fast track program (FTP) pertama sepanjang 2009 sampai 2014. Ada juga proyek yang batal dilakukan pada tahun lalu, yang kemudian dilanjutkan tahun ini.

Selain itu, BPK juga menemukan adanya pemborosan terkait kelalaian manajemen beberapa peralatan atau material di Makassar untuk program pembangkit listrik. Akibat ketidaktegasan pemerintah, pembangunan gardu-gardu listrik yang dilakukan pihak pelaksana pun molor.

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait