Harga minyak mentah dunia bergerak bervariasi pada perdagangan Selasa (1/9). Sejumlah sentimen masih membayangi harga minyak, seperti permintaan global yang masih rendah dan belum sepenuhnya pulih sebelum adanya Covid-19 serta produksi Amerika Serikat yang meningkat tipis.
Pada penutupan perdagangan Senin (31/8), minyak mentah berjangka Brent berada di US$ 45,28 per barel, turun 1,2%. Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup pada level US$ 42,61 per barel, turun 0,8%.
Alhasil, Brent menutup Agustus dengan kenaikan 7,5%, sementara WTI mencatat kenaikan bulanan keempat di level 5,8%. WTI sempat mencapai rekor tertinggi US$ 43,78 per barel pada 26 Agustus ketika Badai Laura melanda.
Sedangkan mengutip Bloomberg, pada perdagangan Selasa (1/9) harga minyak WTI bergerak naik 0,56% menjadi US$ 42,85 per barel dan Brent naik 0,53% ke level US$ 43,52 per barel.
Meski negara-negara perekonomian utama dunia mulai pulih dari upaya karantina wilayah akibat virus corona, analis memperkirakan risiko kelebihan pasokan di pasar masih tetap ada.
"Masalah lainnya, permintaan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan nyata," kata John Kilduff, Partner Again Capital di New York seperti dilansir dari Reuters.
Di saat yang sama, Energy Information Administration (EIA) mengatakan produksi minyak AS meningkat 420.000 barel per hari pada Juni menjadi 10,44 juta barel per hari. Kenaikan ini lantas memberikan tekanan terhadap harga.
Produksi minyak di Pantai Teluk AS menurun akibat badai melanda pekan lalu. Namun hal ini juga diikuti upaya pemulihan perusahaan energi setelah sejumlah kilang minyak ditutup.
"Masih ada beberapa kekhawatiran tentang efek tertinggal dari Badai Laura dan apa artinya bagi operasi kilang serta dampak pada permintaan dan ekspor," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.
Departemen Energi AS mengatakan situs Cadangan Minyak Strategis Hackberry Barat di Louisiana mengalami kerusakan cukup parah akibat Badai Laura.
Sedangkan di Timur Tengah, perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi menyatakan akan mengurangi pasokannya pada Oktober sebesar 30%. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan pemangkasan produksi pada September sebanyak 5%.
Hal ini sejalan dengan arahan pemerintah Uni Emirat Arab untuk memenuhi komitmennya terhadap perjanjian OPEC +.
Para analis menyebut pertumbuhan Jerman di 2021 diproyeksikan sedikit membaik dan survei pada Senin menunjukkan kekuatan di sektor jasa Tiongkok diharapkan dapat mendorong permintaan dan peningkatan harga minyak. Kendati demikian, risiko terus penurunan harga minyak masih membayangi ke depan.
Data dari Refiniv dan Vortexa menunjukkan, impor minyak mentah Tiongkok pada September akan turun untuk pertama kalinya dalam lima bulan. Ini dikarenakan tingginya volume minyak mentah disimpan di dalam dan di luar oleh importir terbesar dunia tersebut.