Proses Transisi Blok Rokan Terganjal Masalah Pasokan Listrik

Dok. Chevron
Ilustrasi. Proses alih kelola Blok Rokan dari Pertamina ke Chevron masih terganjal masalah pasokan listrik.
19/1/2021, 18.10 WIB

Proses alih kelola Blok Rokan dari Pertamina ke Chevron masih terus berlangsung. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan masih ada satu pembahasan antar kedua pihak, yakni pasokan listrik.

Pembangkit listrik di blok migas itu dimiliki oleh Chevron, yang statusnya di luar kontrak kerja sama dengan pemerintah. “Perlu adanya negosiasi dan sedang ditawarkan secara publik juga. Mereka memakai konsultan JP Morgan,” kata Arifin dalam rapat Kerja bersama Komisi VII DPR, Selasa (19/1). 

Saat ini PLN juga sedang berupaya masuk dalam proyek pembangkit tersebut. Anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir mendorong perusahaan setrum negara itu dapat memilikinya.

Apalagi, kondisi kelistrikan saat ini sedang mengalami kelebihan pasokan. “Suruh angkut saja barangnya (pembangkit). Kami minta ketegasan di Blok Rokan,” ucapnya. 

Sebagai informasi, Chevron telah memulai program pengeboran di Lapangan Duri, Blok Rokan, Riau pada akhir Desember 2020. Manager Corporate Communication Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo menyebut langkah ini sebagai upaya menjaga tingkat produksi pada saat transisi. 

Blok Rokan menjadi andalan produksi siap jual atau lifting minyak nasional. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, kontribusi blok ini mendorong capaian Chevron pada 2018 dan mengalahkan lifting minyak ExxonMobil Cepu Ltd maupun PT Pertamina EP.

Di 2017, angkanya mencapai 228 ribu BOPD atau sekitar 30 persen produksi minyak nasional. Grafik Databoks di bawah ini menunjukkan 10 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang menyumbang lifting terbesar. 

Formula EOR Blok Rokan

Masalah lain yang membayangi peralihan Blok Rokan adalah soal teknologi pengurasan minyak atau EOR. Chevron memiliki formula yang tidak masuk dalam penggantian biaya operasi atau cost recovery. Dengan begitu, Pertamina tidak bisa memilikinya. 

Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji menyebut masalah EOR bukan perkara formulanya saja. Pertamina juga harus memiliki ketrrampilan pola injeksi. “EOR bukan teknologi yang mudah,” kata dia kemarin. 

Apabila Pertamina tak kunjung memperoleh formula tersebut, maka perusahaan harus melanjutkan kembali studinya. “Hal ini memerlukan waktu yang tidak sebentar dan investasi yang tidak sedikit,” ujarnya. 

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto meminta agar proses kajian untuk mencari formula EOR di Blok Rokan dapat segera dilakukan. "Ada empat formula, yang tiga diberikan (Chevron), yang satu enggak. Ya sudah diambil saja inti dari tiga campuran ini," ujar dia.

Ia yakin Indonesia mampu menemukan formulanya karena memiliki pusat penelitian dan pengembangan teknologi minyak dan gas bumi. Misalnya, Lemigas, PT LAPI Laboratories, dan Institut Teknologi Bandung. "Kita punya banyak expert (ahli), duit risetnya bisa dicari. Masa nggak bisa menemukan satu formula yang tidak diberikan oleh Chevron," ujarnya.

Reporter: Verda Nano Setiawan