Kenaikan harga minyak mentah dunia menembus US$ 70 per barel rupanya belum cukup untuk mengerek kegiatan eksplorasi hulu migas di Indonesia. Padahal guna menggenjot tambahan produksi migas, eksplorasi menjadi syarat mutlak.

Tenaga Ahli Komite Pengawas SKK Migas Nanang Abdul Manaf, mengatakan kenaikan harga minyak saat ini hanya berdampak bagi perusahaan yang mempunyai modal kuat. Dalam kondisi saat ini, mereka akan berlomba untuk berinvestasi guna menemukan cadangan baru.

"Berbeda dengan negara-negara seperti di Indonesia yang modalnya tak terlalu besar, ini masih wait and see apakah dalam waktu beberapa tahun akan berubah lagi," ujarnya dalam diskusi secara virtual, Kamis (8/7).

Apalagi ancaman gelombang kedua Covid-19 berpotensi membuat harga minyak kembali merosot. Sehingga relatif membuat perusahaan yang ada di Indonesia menahan terlebih dahulu investasinya.

"Tapi di negara yang mempunyai modal kuat, itu tren 2021-2022 menunjukkan tren positif (investasi), mereka merespon dengan positif tapi tidak langsung melompat tapi bertahap," ujarnya.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menilai bagi investor, stabilitas harga adalah hal yang terpenting saat ini. Pengembangan lapangan maupun usaha peningkatan produksi membutuhkan waktu dan dana yang cukup besar, tidak semata-mata seperti memutar keran.

Simak perkembangan harga minyak dunia pada databoks berikut:

Bahkan sudah ada wacana OPEC+ untuk meningkatkan produksi saat ini, sehingga diperkirakan harga minyak mentah bisa saja berubah drastis sewaktu-waktu. "Dari sejak dua hari lalu saja Brent mengalami tren penurunan sekitar 2%," ujarnya.

Menurut dia, kenaikan harga minyak mentah Indonesia atau ICP di angka US$ 70 per barel cukup bagus untuk pemasukan negara dan KKKS. Namun bukan berarti langsung terlampiaskan dengan peningkatan investasi yang signifikan. "Karena kita masih di periode pandemi, masih banyak ketidakpastian," katanya.

Seperti diketahui, harga Indonesian crude price (ICP) pada Juni 2021 menembus US$ 70 per barel, tepatnya US$ 70,23. Angka tersebut naik US$ 4,74 per barel dari US$ 65,49 per barel pada Mei 2021.

Kementerian ESDM menyampaikan kenaikan juga dialami Sumatera light crude (SLC) sebesar US$ 4,57 per barel dari US$ 66,25 per barel menjadi US$ 70,82 per barel pada Juni 2021. Ini tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM No. 120.K/HK.02/MEM.M/2021 tentang Penetapan Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Juni 2021.

Ada beberapa faktor yang mendongkrak harga minyak dunia pada Juni 2021. Seperti menguatnya fundamental pasar minyak yang ditandai dengan peningkatan permintaan di Amerika Serikat, Tiongkok dan Eropa. Serta perbaikan aktivitas ekonomi dunia hasil dari percepatan program vaksinasi Covid-19.

"Presiden Iran terpilih, yang lebih konservatif, menimbulkan potensi tidak tercapainya kesepakatan atas perjanjian nuklir AS-Iran dan berujung pada tidak terlaksananya rencana penghapusan sanksi kepada Iran serta rencana ekspor minyak mentah Iran," ujar Tim Harga Minyak Indonesia dalam keterangan tertulis, Senin (5/7).

Selain itu, peningkatan penggunaan kendaraan bermotor di AS seiring pelonggaran pembatasan aktivitas dan tingkat vaksinasi yang terus meningkat.

Energy Information Administration (EIA) melaporkan penurunan stok minyak mentah AS pada Juni 2021 yang cukup signifikan sebesar 24 juta barel menjadi 452,3 juta barel bila dibandingkan bulan Mei 2021 (479,3 juta barel). Ini menjadi level terendah sejak Maret 2020, serta penurunan stok gasoline yang di luar perkiraan pada pertengahan Juni 2021.

Peningkatan harga minyak mentah juga didorong naiknya permintaan global. IEA melalui laporan Juni 2021, memperkirakan permintaan minyak global akan kembali ke tingkat pra-pandemi pada akhir tahun 2022, meningkat sebesar 5,4 juta barrel of oil per day (bopd) pada 2021 dan 3,1 juta bopd pada 2022.

Sedangkan OPEC melalui laporan Juni 2021, menyampaikan permintaan minyak mentah global pada kuartal II 2021 meningkat 11,99 juta bopd (14,4%) dibandingkan periode yang sama 2020, dengan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 5,5% di pada 2021.

Reporter: Verda Nano Setiawan