Pertamina menyarankan konsep cost recovery diterapkan pada pengembangan panas bumi, seperti halnya di industri hulu migas. Hal ini diyakini dapat mempercepat pengembangan panas bumi yang selama ini cukup lambat.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pengembangan panas bumi tiga tahun ke belakang ini masih belum sesuai harapan. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya minat investasi karena nilai keekonomian tidak sesuai.
"Belajar dari bagaimana Indonesia bisa kembangkan sektor hulu salah satunya dengan cost recovery, terbukti investor tertarik masuk ketika secara pengembangan sudah besar skalanya maka ini akan turunkan biaya dengan sendirinya," ujar Nicke dalam diskusi secara virtual Rabu (14/7).
Untuk itu, menurut dia perlu juga adanya terobosan baru yang dapat dituangkan dalam Peraturan Presiden mengenai tarif pembelian tenaga listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang saat ini masih digodok. Pasalnya sumber energi ini menjadi pilihan yang paling memungkinkan untuk dijadikan sebagai based load.
Perusahaan migas pelat merah ini pun telah mematok target yang cukup tinggi dalam pengembangan panas bumi. Setidaknya pembangkit listrik panas bumi akan ditingkatkan dua kali lipat hingga 2026, dari kapasitas 672 megawatt (MW) menjadi 1.128 MW.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyatakan komitmennya untuk menggenjot pemanfaatan sektor panas bumi secara masif. Targetnya, kapasitas terpasang pembangkit pistrik tenaga panas bumi (PLTP) pada 2030 bisa mencapai 4.550 megawatt (MW) atau 4,55 gigawatt (GW).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyampaikan pemerintah terus mendorong percepatan pengembangan panas bumi melalui pengeboran eksplorasi, baik yang menggunakan APBN maupun yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Upaya lainnya adalah dengan ekspansi penambahan kapasitas PLTP yang sudah ada saat ini. "Pemanfaatan teknologi binary cycle juga didorong sehingga terjadi penambahan kapasitas dengan peningkatan efisiensi," ujarnya kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu, Selasa (15/6).
Sementara, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris menyebutkan kapasitas terpasang PLTP saat ini baru mencapai 2.130,7 MW. Sementara, Indonesia sendiri tercatat sebagai salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia.
Oleh karena itu, perlu upaya keras dalam mengejar pemanfaatan potensi panas bumi yang cukup besar ini. "Target kapasitas terpasang PLTP pada 2030 sebesar 4.550 MW," katanya.
Guna merealisasikan target tersebut, pemerintah akan terus mengoptimalisasikan sumber daya pada wilayah kerja panas bumi (WKP) yang telah berproduksi. Termasuk menggunakan binary skala kecil.
Kemudian melakukan sinergi BUMN panas bumi dalam mempercepat pengembangan sektor ini. Penggunaan dana PISP (Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi) dan GREM (Geothermal Resource Risk Mitigation) untuk pendanaan eksplorasi. Lalu, perbaikan regulasi harga listrik dari pembangkit berbasis EBT melalui Perpres.