Kementerian BUMN Ungkap Alasan Bikin Holding PLTU saat Transisi Energi

ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN
Sejumlah pekerja beraktivitas di proyek pembangunan PLTU Suralaya Unit X di Suralaya, Cilegon, Banten, Senin (5/8/2019).
Editor: Yuliawati
5/8/2021, 11.57 WIB

Kementerian BUMN berencana membentuk induk usaha atau holding Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN yang tak efisien. Langkah ini ditempuh agar PLN lebih fokus mengejar transisi ke energi baru terbarukan.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan saat ini PLN memiliki sejumlah aset PLTU tua yang cukup banyak tapi kurang dimanfaatkan (underutilized). Bila PLN tetap mengoperasikan maka akan berpotensi mengganggu keuangan perusahaan.

"Kami mencari PLTU-PLTU yang sudah begini kondisinya. Itu yang kami spin off (pisahkan) dari PLN karena mereka sudah enggak efisien," ujar Arya kepada Katadata.co.id, Kamis (5/8).

PLTU yang sudah tak efisien tersebut nantinya akan dikumpulkan menjadi satu di bawah perusahaan baru. Dari perusahaan baru tersebut, Kementerian BUMN dapat mendorong IPO.

Arya menilai langkah ini dapat menyehatkan keuangan PLN karena berkurangnya beban operasional dari PLTU yang sudah tua. PLN pun akan mendapatkan dana segar dari proses IPO.

Dana segar tersebut, kata Arya, dapat dimanfaatkan untuk mengejar proyek EBT. "Bila IPO kan dapat dana itu dipakai untuk EBT dan sebagainya," kata dia.

Saat ini Kementerian BUMN terus mendata beberapa PLTU yang akan dilebur dalam holding. Holding ini akan menggabungkan aset-aset PLTU yang dikelola oleh PLN dan anak usahanya.

Pemerintah akan mendata terlebih dahulu PLTU yang sudah sudah tua, rekam jejak kinerja availability factor yang rendah 50% dalam kurun waktu lima tahun ke belakang. Selain itu faktor pertimbangan lainnya mengenai capacity factor lebih rendah 50% dalam lima tahun ke depan. "Ini kriterianya harus dipenuhi, ini yang kami cari. Kalau masih bagus enggak kami masukan ke dalam holding," ujarnya.

Beberapa organisasi yakni Serikat Pekerja PT PLN, Persatuan Pegawai PT. Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT. Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB) mengungkap rencana pemerintah untuk membentuk holding PLTU atau pembangkit listrik tenaga uap.
 
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Pekerja PLN Bintoro Suryo Sudibyo mengatakan bahwa rencana holding ini masih pada tahap pengumpulan data. "Ini perlu kami mitigasi dari awal. SP PLN akan berikan masukan yang baik. Tujuan kami adalah untuk mengamankan aset bangsa untuk rakyat," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (27/7).



Serikat pekerja PLN Grup pun memiliki sikap yang sama seperti holding panas bumi, yakni menolak rencana pembentukan holding PLTU milik PLN, Indonesia Power, dan PJB.

Bintoro menyebut rencana holdingisasi pembangkit listrik batu bara saat ini tengah menjadi isu yang cukup panas di kantor pusat. Menurut dia dalam penyediaan energi di PLN, seharusnya semua saling bersinergi bukan justru saling mencaplok.
 
Apalagi Kementerian BUMN juga berencana untuk memprivatisasi dengan cara IPO kepada usaha-usaha ketenagalistrikan yang berada di bawah PLN dan anak usahanya. Dengan kondisi tersebut, ia berharap agar rencana-rencana tersebut tidak menambah beban keuangan PLN.

"Sudah dibebani utang hampir Rp 600 triliun dan juga masalah IPP take or pay, aset kami dipreteli buntutnya PLN beli lagi. Kami harus mengkritisi," ujarnya.

Reporter: Verda Nano Setiawan