Konsumsi Bahan Bakar Minyak Tiongkok Diramal Mencapai Puncak pada 2026

ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer
Seorang pria mengendarai kendaraan roda tiga di tengah-tengah kabut asap di Chiping, provinsi Shandong, Tiongkok.
Penulis: Happy Fajrian
17/9/2021, 19.44 WIB

Perusahaan minyak dan gas asal Tiongkok, Sinopec memprediksi puncak konsumsi minyak mentah di negaranya akan mencapai puncak pada 2026 di level 6 juta barel per hari (bph). Sementara konsumsi gas di negeri Panda diprediksi mencapai puncaknya pada 2040.

Setelah itu, konsumsi kedua bahan bakar fosil tersebut akan terus menurun. Menurut konsultan energi Rystad Energy, salah satu faktor pendorong turunnya konsumsi energi di negeri Panda, dan juga di seluruh dunia, adalah masifnya penggunaan kendaraan listrik.

Acting Chairman Sinopec, Ma Yongsheng, mengatakan bahwa peran minyak akan bergeser dari bahan bakar, menjadi bahan mentah untuk kandungan kimianya. Dia memastikan Sinopec akan mempromosikan pertumbuhan “hijau” pada bisnis kilang dan petrokimianya secara paksa.

“Dan menghapuskan aktivitas yang tidak efisien dan energi intensif. Kami akan mengakselerasi transisi dari minyak ke kimia, mendorong produksi material tingkat tinggi, dan meningkatkan bahan baku rendah karbon untuk menurunkan jejak karbon pada siklus manufaktur,” kata Ma, dikutip Reuters, Jumat (16/9).

Dia juga menambahkan bahwa Sinopec menargetkan untuk meningkatkan rata-rata kapasitas pemrosesan minyak mentah kilang tunggal menjadi 10 juta ton per tahun, atau 200.000 bph. Meski demikian Ma tidak memerinci lebih jauh bagaimana mencapai target tersebut.

Sementara konsumsi gas alam diperkirakan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2040. Ketika itu permintaan gas diprediksi mencapai 620 miliar meter kubik. Ma memprediksi pada 2050 gas akan menjadi sumber bahan bakar fosil utama di Tiongkok.

Tiongkok melihat gas alam sebagai bahan bakar antara yang akan terus meningkat permintaannya selama dua dekade mendatang, seiring transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT), dan masifnya penggunaan kendaraan listrik. Simak databoks berikut:

Tiongkok Targetkan Netral Karbon pada 2060

Presiden Tiongkok Xi Jinping sebelumnya mengatakan bahwa negaranya akan mencapai puncak emisi sebelum 2030. Target itu sejalan dengan janji Xi untuk menjadikan Tiongkok netral karbon pada 2060 untuk mencegak perubahan iklim.

“Tiongkok akan selalu menghormati komitmennya,” kata Xi dalam pertemuan virtual Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada pertengahan Desember 2020.

Pengurangan emisi karbon Tiongkok ditargetkan mencapai 65% dari level 2005 pada 2030. Caranya dengan meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin dan surya menjadi lebih 1.200 gigawatt (GW).

Pangsa bahan bakar nonfosil dalam konsumsi energi primernya bakal mencapai 25% pada periode yang sama. Angka ini naik dari komitmen sebelumnya yang hanya 20%. Pada 2019, Tiongkok memasang pembangkit listrik tenaga surya dan angin sebesar 414 GW, kemudian bertambah sebesar 240 GW pada 2020.

“Target ini menunjukkan niat baik Tiongkok,” kata penasihat iklim Greepeace, Li Shuo. Namun, potensi negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu masih banyak. Greepeace menghitung, Tiongkok sebenarnya dapat menurunkan lagi target emisinya 70% hingga 75% di 2030.

Penurunan itu pun sesuai dengan tanggung jawab Tiongkok sebagai negara penghasil emisi terbesar dunia. Uni Eropa sebelumnya telah mendesak Beijing untuk menghentikan proyek dan pembiayaan pembangkit batu bara di luar negeri. Namun, Xi belum menyebut peta jalan penghapusan proyek bahan bakar fosil tersebut.

Menurut data World Research Institute (WRI), Tiongkok merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Negeri Panda menghasilkan 12.399,6 juta metrik ton karbon dioksida ekuivalen (MtCO2e) pada 2018. Jumlah itu setara 26,1% dari total emisi global. Simak databoks berikut: