Kementerian ESDM akhirnya merampungkan penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030. RUPTL yang diklaim paling hijau dengan porsi pembangkit EBT 51,6% ini juga telah ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyatakan RUPTL kali ini difokuskan untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23% pada 2025.
Dadan mengatakan penerbitan RUPTL periode 2021-2030 akan sepaket dengan rancangan Peraturan Presiden mengenai harga beli listrik energi baru terbarukan (EBT). "Setahu saya sudah rampung. Koordinatornya di Dirjen Listrik," kata Dadan kepada Katadata.co.id, Jumat (24/9).
Saat dikonfirmasi perihal tersebut, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu membenarkan jika penyusunan RUPTL 2021-2030 telah rampung. Meski demikian, dia belum mau membeberkan lebih jauh. "Tunggu diseminasi minggu depan," ujarnya.
PLN sebelumnya mengklaim rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) untuk periode 2021-2030 sebagai yang paling hijau alias ramah lingkungan. Pasalnya, porsi pembangkit EBT yang diusulkan oleh mereka naik menjadi 51,6% dalam draft RUPTL.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan dalam draft RUPTL 2021-2030 yang masih disusun porsi pembangkit EBT akan digenjot menjadi 51,6%. Sebelumnya pemerintah menargetkan porsi pembangkit EBT dalam RUPTL kali ini berkisar 48%, lebih tinggi dari RUPTL 2019-2028 yakni 30%.
"Kita ingin, ini yang sudah kita nyatakan merupakan RUPTL paling hijau yang pernah diusulkan oleh PLN," katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (20/8).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyambut baik usulan PLN dalam menggenjot pembangkit EBT dalam RUPTL kali ini. Menurut dia, RUPTL harus menyesuaikan dengan rencana pemerintah untuk mencapai dekarbonisasi sebelum 2060.
Selain itu, RUPTL juga harus selaras dengan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang disampaikan oleh pemerintah melalui Nationally Determined Contribution (NDC). Apalagi target penurunan emisi 2020-2030 dalam NDC bisa saja berubah menjadi lebih tinggi. Negara-negara juga diminta meningkatkan ambisi iklim, mengacu pada laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) ke-6 yang baru dikeluarkan.
Fabby menilai RUPTL 2021-2030 perlu mempertegas target bauran EBT 23% untuk 2025 secara lebih luas. Menurut perhitungan IESR, untuk bisa mencapai target bauran EBT, setidaknya dibutuhkan tambahan 14 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit energi terbarukan.
"Kira-kira 10 GW dibangun oleh PLN. Kalau misalnya rencana penambahan kapasitas energi terbarukan yang direncanakan perusahaan dalam RUPTL ini mencapai 10 GW pada 2025, artinya itu sudah kompatibel dengan target 23%," ujarnya.
Fabby juga mengingatkan berhasil tidaknya target bauran EBT bergantung pada eksekusi pelaksanaan proyek. Hal tersebut juga mengacu pada rencana lelang atau pengadaan pembangkit, pembangunan infrastruktur pendukung lain, serta perbaikan terms PPA untuk mendorong bankability proyek energi terbarukan.