Negara Dirugikan Lebih Rp 38 Triliun per Tahun Akibat Tambang Ilegal

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww.
Foto udara area bekas tambang emas ilegal yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), Kabupaten Nagan Raya, Aceh, Rabu (9/12/2020).
13/10/2021, 16.51 WIB

Kementerian ESDM terus berupaya memberantas kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal komoditas mineral dan batu bara (minerba). Pasalnya kerugian negara dari praktik kegiatan tambang tanpa izin ini mencapai separuh dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minerba.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan kegiatan penambangan tanpa izin di sektor minerba saat ini terus mengalami peningkatan seiring dengan melonjaknya harga komoditas minerba dunia. PETI tidak hanya dilakukan masyarakat perorangan, namun ada indikasi dilakukan secara terkoordinir oleh kelompok usaha.

"Merugikan negara PNBP dan pajak daerah. Kurang lebih hampir setengah dengan pendapatan PBNP minerba," kata Arifin dalam Rapat Kerja Nasional Tim Satuan Tugas Lintas Kementerian/Lembaga Penanganan Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) secara virtual, Rabu (13/10).

Namun Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan berdasarkan Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat sekitar 8.683 titik lokasi terbuka yang diduga sebagai tambang ilegal yang luasnya 500.000 hektare (ha).

Dengan adanya kegiatan ini, Eddy menyebut Negara mengalami kerugian dalam bentuk penerimaan negara yang hilang untuk pertambangan emas dengan jumlah mencapai Rp 38 triliun per tahunnya. Kemudian dari sektor non-emas sekitar Rp 315 miliar setiap tahunnya.

Sebagai informasi, subsektor minerba pada 2020 menyumbang PNBP sebesar Rp 34,6 triliun atau 110,15% dari target Rp 31,41 triliun. Berdasarkan data Kementerian ESDM jumlah kegiatan tambang ilegal di Indonesia hingga kini telah mencapai 2.741 titik, terdiri dari 96 lokasi PETI batu bara dan 2.645 lokasi PETI mineral. Simak databoks berikut:

Namun menurut dia data riil dan akurat tentang titik sebaran serta luasnya tambang ilegal tidak dapat diketahui. Hal ini karena tiap Kementerian atau Lembaga memiliki data atau Informasi yang berbeda.

"Padahal Illegal Mining dapat diminimalisir dengan terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral, dimana penambangan oleh masyarakat telah diakomodir dengan Izin Pertambangan Rakyat (IPR)," katanya.

Bahkan dalam UU No 3 Tahun 2020 sebagai perubahan UU No 4 Tahun 2009 diberlakukan pidana denda yang cukup besar senilai Rp 100 Miliar. Serta pidana penjara paling lama 5 tahun bagi kegiatan penambangan tanpa izin.

Untuk itu, solusinya adalah mengakomodir kegiatan penambangan ilegal ke dalam kegiatan Izin Penambangan Rakyat (IPR). Namun sebelum hal tersebut direalisasikan, harus terlebih dahulu ditetapkan Wilayah Penambangan Rakyat (WPR)-nya, agar tidak terjadi pelanggaran di sektor penataan ruang dan sektor pertambangan.

Kemudian, kegiatan Pertambangan Tanpa Izin yang berada di wilayah IUP Badan Usaha, maka pihak Badan Usaha hendaknya memberdayakan masyarakat dalam bentuk kelompok Koperasi. Dimana hasil dari kegiatan Penambangan ilegal tersebut wajib dijual kepada Pemilik IUP resmi.

Di samping itu, perlu juga pengaturan yang jelas disertai sanksi yang tegas. Hal ini dilakukan agar pihak pemilik smelter tidak menampung atau membeli ore yang sumbernya berasal dari kegiatan Penambangan Tanpa Izin.

Berikutnya, pemerintah perlu memperkuat kewenangan dari Inspektur Tambang disertai penambahan jumlah Inspektur Tambang serta meningkatkan infrastruktur pengawasan tambang. "Agar pengawasan yang dilakukan lebih efektif dan efisien," katanya.

Reporter: Verda Nano Setiawan