Pemerintah Diminta Pastikan Pasokan BBM untuk Kawal Pemulihan Ekonomi

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
Sejumlah petugas mengawasi proses pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) ke mobil tangki distribusi di Terminal Terintegrasi Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Ampenan, Mataram, NTB, Senin (29/3/2021).
18/10/2021, 17.35 WIB

Permintaan bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah harus mengamankan pasokan BBM jangka panjang untuk mengawal pemulihan tersebut.

Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menilai pemerintah perlu mengamankan kontrak pembelian jangka panjang untuk mengamankan stok BBM, baik itu bensin, dalam hal ini Pertamax, maupun solar.

Untuk BBM jenis solar, pemerintah dapat mengatasinya dengan menggenjot produksi dari program mandatori B30. Mengingat program ini dapat menggantikan ketergantungan terhadap impor. "Harus didukung dan didorong untuk memastikan distribusinya tidak terhambat," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (18/10).

Selain itu, dengan mulai meningkatnya permintaan akan pasokan energi domestik, menurut Bhima juga menjadi momentum untuk menahan ekspor batu bara secara berlebihan. Pasalnya bukan hanya BBM saja, batu bara juga mempunyai peran vital dalam sistem kelistrikan RI.

"Batu bara juga karena orientasi ekspor kita terlalu besar mungkin salah satu solusinya memperbesar (Domestic Market Obligation/DMO). Baik itu DMO untuk listrik tetapi juga DMO untuk pemakaian batu bara di industri juga. Jadi jangan semua diekspor," katanya.

Bhima menyarankan pemerintah segera menggelar rapat terbatas dengan memanggil semua seluruh pemangku kepentingan. Termasuk juga sektor industri, asosiasi logistik yang menurutnya mempunyai peran penting.

"Dengan mempertemukan pelaku usaha di sektor penghasil energinya untuk merencanakan pengamanan stok dalam jangka menengah setidaknya sampai 2022 dengan adanya krisis energi," katanya.

Sementara, Pertamina memastikan stok BBM untuk wilayah Jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini dalam level aman. Terutama untuk memenuhi kebutuhan aktivitas masyarakat yang mulai meningkat seiring dengan pulihnya kegiatan ekonomi.

Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina Persero Brasto Galih Nugroho menjelaskan keberhasilan pemerintah dalam program PPKM mendongkrak permintaan BBM retail dan industri di Jateng-DIY.

Dibandingkan periode awal PPKM, saat ini permintaan BBM retail meningkat 20% sedangkan industri pertambangan meningkat 783%, sektor migas 60% dan sektor usaha kecil menengah (UKM) mencapai 114%.

Peningkatan aktivitas masyarakat tercermin pada kenaikan konsumsi BBM retail di wilayah Jateng-DIY pada kuartal tiga 2021 mencapai sekitar 4,4 juta kilo liter (KL), meningkat 6% secara tahunan. Untuk BBM bensin, ada peningkatan sekitar 4%, dan diesel naik hingga 11%.

Bahkan untuk solar subsidi konsumsi harian sejak September naik 17% dibandingkan rerata harian periode Januari-Agustus 2021 di wilayah Jawa Tengah dan DIY. "Pertamina berkomitmen untuk memenuhinya dan paralel kami akan berkoordinasi dengan BPH Migas untuk penambahan kuota solar subsidi," kata Brasto.

Menurut dia pihaknya akan terus memastikan stok maupun proses penyaluran (supply chain) aman berjalan dengan baik. Pertamina juga memastikan kecukupan dan distribusi Solar subsidi, mengoptimalkan produksi kilang, serta melakukan monitoring penyaluran agar tepat sasaran.

Antara lain dengan sistem digitalisasi dan pemantauan secara real time melalui Pertamina Integrated Command Centre (PICC). Dalam proses penyalurannya pun, Pertamina Patra Niaga juga mematuhi regulasi dan ketetapan pemerintah yang berlaku.

”Saat ini Pertamina Patra Niaga terus melakukan penghitungan proyeksi kebutuhan Solar Subsidi dan memastikan suplai yang kami lakukan dapat memenuhi peningkatan demand yang terjadi,” ujar Brasto.

Selain berkoordinasi dengan pihak terkait, Pertamina Patra Niaga berkomitmen menyalurkan solar subsidi dengan tepat sasaran sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 191/2014. Menurutnya, jika lembaga penyalur atau SPBU terindikasi dan terbukti terjadi penyelewengan Pertamina tidak segan memberikan sanksi tegas.

"Hingga Oktober, terdapat 26 SPBU di Jawa Tengah dan DIY yang telah diberikan sanksi berupa penghentian suplai atau penutupan sementara, maupun sanksi seperti penggantian selisih harga jual Solar Subsidi akibat melakukan penyaluran yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku," kata Brasto.

Reporter: Verda Nano Setiawan