Kementerian ESDM memperkirakan kebutuhan investasi khusus untuk pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga 40 tahun ke depan mencapai US$ 1,04 triliun atau Rp 14.950 triliun. Artinya, Indonesia harus menyediakan investasi setidaknya US$ 25 miliar (Rp 360 triliun) per tahun untuk mencapai target netral karbon pada 2060.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan kebutuhan listrik nasional pada 2060 sepenuhnya bakal dipasok dari energi terbarukan. Meski begitu, kebutuhan untuk merealisasikan pembangunan pembangkit EBT pada tahun tersebut terbilang cukup besar.
"Biaya perhitungan kami basisnya keperluan pembangkit, US$ 1.043 miliar atau US$ 25 miliar per tahun untuk 40 tahun ke depan," katanya dalam Bisnis Indonesia Business Challenges - Day 2 - Arah Bisnis 2022: Momentum Kebangkitan Ekonomi, Kamis (16/12).
Pemerintah sebelumnya juga memproyeksikan kebutuhan listrik nasional pada 2060 bakal meningkat menjadi 1.885 terawatt hour (TWh). Dari jumlah tersebut sepenuhnya akan dipasok oleh pembangkit dari energi baru terbarukan (EBT).
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan berdasarkan pemodelan yang telah dibuat pemerintah, dari proyeksi kebutuhan listrik pada 2060, permintaan listrik dari PLN diperkirakan 1728 TWh sedangkan dari non PLN sebesar 157 TWh.
Adapun proyeksi konsumsi listrik per kapita diproyeksi akan mencapai lebih dari 5000 kilowatt hour (kWh) pada 2060. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut dan dalam mencapai net zero emission, maka pemenuhan kebutuhan listrik EBT sebesar 1885 TWh pada 2060 akan dipasok dari pembangkit EBT sebesar 635 GW.
"Pemenuhan kebutuhan listrik Indonesia sebesar 1885 TWh akan dipasok sepenuhnya oleh pembangkit EBT," kata Arifin dalam acara virtual "Why Indonesia needs to target decarbonization by 2050?", Senin (20/9).
Arifin mengatakan penambahan kapasitas energi terbarukan seperti energi surya dan angin secara masif berjalan mulai 2031. Selain itu, pemanfaatan energi panas bumi dan hidro juga akan dioptimalkan agar mampu menjaga keandalan sistem.
"Untuk menjaga keandalan sistem diperlukan teknologi yang andal antara lain seperti storage dan pembangkit listrik tenaga nuklir," katanya.