Kementerian ESDM menyatakan telah memberikan perpanjangan operasi tambang batu bara kepada Kaltim Prima Coal (KPC). Perpanjangan tersebut telah diberikan sebelum kontrak anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ini habis pada 31 Desember 2021 lalu.
Dengan begitu, perusahaan kini telah berubah status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Sudah ditandatangani oleh Pak Menteri Investasi sebelum berakhir, sudah menjadi IUPK," kata Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja 2021 dan Program Kerja 2020 Sub Sektor Minerba, Kamis (20/1).
Meski begitu, Ridwan tak menjelaskan secara rinci apakah luas wilayah KPC akan diciutkan karena perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK. Pasalnya, hal tersebut pernah terjadi pada anak usaha BUMI yang lainnya yakni PT Arutmin.
Selain Kaltim Prima Coal (KPC) dan Arutmin, pemerintah juga telah memberikan status perpanjangan PKP2B Generasi pertama yang lainnya seperti PT Kendilo Coal Indonesia. "Itu yang sudah dikeluarkan perpanjangannya," kata dia.
Seperti diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal terkait jaminan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dalam amar putusannya, MK mengganti kata 'dijamin perpanjangan' di pasal 169A ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba menjadi "dapat diperpanjang".
Setidaknya masih ada empat PKP2B yang akan habis masa kontraknya antara lain PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai keputusan MK terkait penghapusan frasa perpanjangan KK dan PKP2B yang berlaku otomatis sebagai sesuatu yang positif. Menurutnya, frasa "dijamin" tersebut sebenarnya dapat menjadi dua mata pisau yang berbeda.
Jika perusahaan pemegang KK dan PKP2B beroperasi dengan baik, kata "dijamin" tersebut tidak akan menimbulkan masalah. Namun sebaliknya, jika perusahaan ternyata mempunyai rekam jejak yang buruk, maka frasa "dijamin" tersebut justru akan merugikan negara dan masyarakat.
Rizal menyarankan perpanjangan KK dan PKP2B tetap perlu diatur dalam UU sebagai bentuk jaminan investasi di sektor pertambangan demi kepastian hukum. Keputusan MK yang menghapus kata “dijamin” bukan berarti pemegang PKP2B tidak dapat mengajukan perpanjangan kontrak, yang nantinya dikonversi menjadi IUPK operasi produksi.
Ia melanjutkan, dalam putusan MK, perpanjangan PKP2B masih memungkinkan diberikan. Setidaknya dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi masing-masing paling lama 10 tahun.
"Artinya, apakah izin KK dan PKP2B dari sebuah perusahaan dapat diperpanjang atau tidak, yang menentukan adalah performa dan rekam jejak dari perusahaan tersebut selama beroperasi," katanya kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Bila perusahaan tersebut mempunyai rekam jejak yang bagus, pemerintah tidak punya alasan untuk tidak memperpanjang izin KK dan PKP2B. Sebaliknya, jika rekam jejaknya buruk, pemerintah sudah sepatutnya tidak memberikan izin perpanjangan.
Oleh karena itu, yang perlu ditekankan justru adalah proses evaluasi dan penilaian atas kinerja KK dan PKP2B yang akan diperpanjang kontraknya. Pemerintah harus membuat standar dan ukuran berdasarkan beberapa variabel.
Seperti jumlah cadangan, umur tambang, kapasitas produksi, pelaksanaan good mining practice, pengelolaan lingkungan, dan reklamasi. Kemudian mengenai program pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan ekonomi lokal, kontribusi keuangan negara dan daerah serta pemenuhan kewajiban-kewajiban lainnya.