Pertamina berkomitmen untuk memulai pelaksanaan proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Proyek ini dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor liquid petroleum gas (LPG).
Saat ini impor mencapai 80% atau sekitar 6,4 juta ton dari total konsumsi LPG nasional 7,95 juta ton. Dalam Rencana Energi Nasional (RUEN), DME telah diproyeksikan menjadi salah satu energi alternatif pengganti LPG sebagai energi rumah tangga.
Proyek strategis nasional ini akan mengubah batu bara kalori rendah yang selama ini belum terkomersialisasi secara optimal, menjadi produk akhir yang bernilai tinggi.
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati mendukung penuh upaya Pemerintah dalam meningkatkan penggunaan sumber energi dalam negeri. Sekaligus pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk mewujudkan kemandirian energi Nasional.
"Setelah Pertamina sukses menjalankan program Pemerintah B30 yang menggunakan sumber energi dari kelapa sawit yang berlimpah di Indonesia, ke depan Pertamina akan menyerap DME dari batu bara dalam negeri yang akan dihasilkan oleh fasilitas pengolahan DME di Tanjung Enim ini," kata Nicke dalam keterangan tertulis, Selasa (25/1).
Dalam proyek kerja sama strategis antara PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan Air Product Chemicals, Inc (APCI), PTBA akan menyediakan batu bara kalori rendah untuk diproses menjadi DME selama durasi proyek.
Sedangkan APCI akan membangun dan mengoperasikan fasilitas pengolahan DME dengan menggunakan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) pertama di Indonesia untuk proyek batu bara. Sehingga dapat mengurangi emisi karbon dan proses gasifikasi batu bara menjadi lebih ramah lingkungan.
Sementara, Pertamina akan menyiapkan infrastruktur hilir dan melaksanakan pendistribusian DME ke masyarakat. Untuk menjalankan penugasan pemerintah, Pertamina akan mengoptimalisasi penggunaan infrastruktur LPG eksisting dan akan tetap memperhatikan produksi LPG domestik eksisting.
Rencananya, produk DME Tanjung Enim ini akan digunakan untuk mengisi kebutuhan energi rumah tangga di wilayah Sumatera bagian selatan, mulai dari Riau hingga ke Lampung.
"Selain mengurangi impor LPG, Proyek DME Tanjung Enim ini merupakan Proyek Strategis Nasional yang diharapkan juga membuka lapangan kerja baru dan membangun ekonomi di wilayah Sumatera Selatan," kata Nicke.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo baru saja melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Apabila sudah berproduksi, proyek tersebut bisa menekan subsidi LPG dari APBN hingga triliunan rupiah.
"Nanti bisa berproduksi, bisa kurangi subsidi APBN kurang lebih Rp 7 triliun," kata Jokowi, Senin (24/1).
Presiden mengatakan bahwa Indonesia mengimpor LPG dalam jumlah besar, yaitu Rp 80 triliun dari total kebutuhan Rp 100 triliun. Selain itu, pemerintah masih harus menyalurkan subsidi LPG sebesar Rp 70 triliun untuk masyarakat.
Padahal, Indonesia memiliki pasokan batu bara dalam jumlah besar. Batu bara itu dapat diolah menjadi DME yang bisa menggantikan kebutuhan LPG. "Api dari DME untuk memasak dan api dari LPG untuk memasak, sama saja," ujar dia.
Pemerintah pun berupaya melakukan hilirisasi batu bara guna menekan impor LPG dan memperbaiki neraca perdagangan. Apalagi sudah lama RI terus mengimpor LPG. Simak perkembangan impor LPG dalam databoks berikut:
"Sudah berpuluh-puluh tahun nyaman dengan impor. Memang duduk di zona nyaman paling enak," ujar dia. Jokowi juga memperkirakan pengalihan konsumsi LPG menjadi DME secara menyeluruh bisa menghemat subsidi sebesar Rp 70 triliun.
Adapun, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME itu merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero), dan Air Products & Chemicals Inc. Gasifikasi batu bara ini akan menghasilkan DME 1,4 juta metrik ton per tahun atau setara 1 juta ton LPG. Pada tahap pertama, nilai investasi yang digelontorkan mencapai US$ 2,3 miliar atau hampir Rp 33 triliun.