Laporan terbaru dari Global Energy Monitor (GEM) menemukan bahwa tambang batu bara terbesar di Indonesia, yaitu Kaltim Prima Coal (KPC), yang merupakan anak usaha dari PT Bumi Resources (BUMI), sebagai penghasil emisi gas metana (C02e20) terbesar di dunia.
Dalam setahun KPC dapat menghasilkan 17,7 juta ton emisi metana. Sementara Indonesia, yang merupakan sprodusen batu bara terbesar ketiga di dunia, berada dalam posisi ke delapan negara penghasil emisi metana dengan volume sebesar 58 juta ton emisi metana per tahun.
Sementara produsen batu bara nomor satu di dunia, Cina, bertanggung jawab untuk total 73% emisi metana global. Di mana, Provinsi Shanxi di Cina, melepas sekitar 13,1 juta ton emisi metana per tahun.
“Era batu bara mungkin akan berakhir tetapi emisi metana dari tambang yang ada dan yang ditinggalkan dapat menimbulkan ancaman yang sama besarnya dengan iklim, saat ini, seperti halnya emisi minyak atau gas,” kata Ryan Driskell Tate, Analis Riset untuk GEM dan penulis laporan tersebut, dikutip Jumat (18/3).
Untuk diketahui, selain CO2, Metana (CH4) saat ini merupakan gas rumah kaca (GRK) yang ikut memperburuk krisis iklim. Menurut Environmental Protection Agency (EPA) AS, metana terbukti 25 kali lebih kuat dibanding CO2 dalam memerangkap panas dalam atmosfer.
Laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Global Energy Monitor, menunjukan bahwa emisi metana mencapai 52.3 juta ton per tahun lebih tinggi dari emisi metan yang dihasilkan oleh sektor migas.
Jika rencana penambahan tambang batu bara baru global dibuka, maka tambahan 11,3 juta ton per tahun emisi akan makin membuat bumi panas.
Pengurangan emisi metana tambang batu bara memerlukan pendekatan yang tepat sasaran. Emisi metana tambang batu bara harus turun 11% setiap tahun hingga 2030 agar tetap berada dalam jangkauan peta jalan IEA untuk Net Zero 2030.
Pembatalan langsung proyek tambang baru adalah satu-satunya cara untuk menjamin nol emisi dari sumber baru sejalan dengan peta jalan IEA untuk emisi nol bersih.