PT Pertamina (Persero) berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dalam waktu dekat. Kenaikan tersebut diprediksi bisa memicu migrasi konsumen ke BBM bersubsidi Pertalite.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan jika kenaikan harga BBM menyentuh Rp 15.000 hingga 16.000 per liter, konsumen Pertamax yang beralih ke Pertalite bisa mencapai 40 persen.
“Kalau di bawah Rp 15.000 per liter maka shifting tidak terlalu banyak, mungkin 20 persen,” kata Mamit saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (31/3).
Mamit juga memprediksi, penyesuaian harga BBM Pertamax yang dilakukan Pertamina akan lebih murah daripada BBM milik swasta. Ia memperkirakan harga Pertamax naik menjadi Rp 12.000 hingga Rp 12.500 per liter.
Potensi migrasi ke BBM swasta akan semakin kecil lantaran para konsumen Pertamax berasal dari masyarakat golongan menengah ke atas. “Yang sudah paham manfaat daripada penggunaan BBM dengan RON yang lebih tinggi,” kata Mamit.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan naiknya harga BBM Pertamax akan menimbulkan migrasi besar-besaran, terutama dari mereka yang berada di kelas menengah rentan.
"Perlu dicatat, kelas menengah yang rentan jumlahnya mencapai 115 juta orang. Sedikit saja penyesuaian harga BBM, mereka langsung turun kelas," kata Bhima.
Ujungnya, naiknya harga Pertamax bisa menciptakan masalah baru yakni membengkaknya beban keuangan pemerintah karena konsumsi BBM bersubsidi yang kian besar. "Seolah penyelamatan keuangan Pertamina tapi konsekuensi lain migrasi sebabkan beban APBN ikut bengkak,” ujarnya.
Sebelumnya Direktur Utama Nicke Widyawati mengatakan harga Pertamax layak dinaikkan karena BBM ini bukan untuk masyarakat miskin, bahkan porsinya hanya 20% dari total penjualan.
“Hari ini BBM Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi dukungan kepada (kenaikan harga) itu perlu,” kata Nicke. saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin (28/3).