Harga Minyak Diramal Masih Tinggi dan Bergejolak hingga Dua Tahun

Dok. Chevron
Ilustrasi pengeboran migas.
Penulis: Happy Fajrian
30/6/2022, 14.35 WIB

Lonjakan harga minyak telah membebani dunia seiring bangkitnya perekonomian dari mati suri akibat pandemi Covid-19 yang membuat permintaan energi meningkat. Peningkatan permintaan ini tidak dapat diimbangi oleh kapasitas produksi dunia.

Sementara itu kondisi geopolitik, terutama kondisi perang antara Rusia dan Ukraina mendorong harga minyak lebih tinggi lagi berkat berbagai sanksi yang memberikan gangguan lebih lanjut di tengah ketatnya pasokan.

Kepala Ekonom Shell Plc. Malika Ishwaran memprediksi bahwa harga minyak masih akan tinggi dan volatil setidaknya hingga dua tahun ke depan karena dampak dari kondisi di Ukraina sangat mengganggu pasar energi global.

“Terutama sanksi terhadap Rusia. Eropa telah berkomitmen untuk sepenuhnya meninggalkan minyak dan gas Rusia dalam dua tahun. Ini akan membuat harga energi tinggi dan volatil dalam dua tahun itu,” ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu, Selasa (28/6).

Setelah itu, lanjut Malika, pasar minyak akan menyesuaikan dengan hadirnya pasokan baru dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara OPEC untuk menggantikan minyak Rusia. “Pasar gas kemungkinan terdisrupsi lebih lama karena kita perlu membangun kapasitas LNG,” ujarnya.

Dalam jangka panjang harga akan kembali normal. Malika menyebut pada dasarnya ketatnya pasokan energi dunia saat ini salah satunya juga disebabkan transisi energi dari bahan bakar fosil ke bahan bakar rendah karbon.

“Transisi membuat investasi pada migas turun, sementara investasi energi baru naik. Ini membuat pasar energi memiliki fleksibilitas yang sangat kecil. Sehingga gangguan sekecil apapun akan menghasilkan pergerakan harga yang besar,” kata dia.

Saat ini harga minyak Brent bergerak di kisaran US$ 115 per barel setelah sehari sebelumnya sempat menyentuh US$ 120 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 109 per barel setelah sempat beranjak ke US$ 114 per barel.

Sebelumnya Goldman Sachs menaikkan prediksi harga minyak menjadi US$ 140 per barel antara Juli dan September 2022, dibandingkan prediksi sebelumnya US$ 125 barel per hari untuk periode yang sama.

“Lonjakan besar dalam harga tetap sangat mungkin terjadi musim panas ini. Kami percaya harga minyak akan naik lebih lanjut untuk menormalisasi persediaan energi global dan kapasitas produksi negara OPEC,” tulis ahli strategi Goldman Sachs dalam sebuah laporan seperti dikutip dari CNN.