Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar mengalami peningkatan di sejumlah daerah di tengah isu kenaikan harga BBM bersubsidi. Antrean panjang kendaraan juga kerap terlihat di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU, khususnya di jalur Pertalite.
Sejumlah masyarakat mengaku kerap melihat antrean panjang di SPBU dalam tiga pekan terakhir. Kondisi antrean yang panjang itu membuat sejumlah konsumen beralih ke jalur Pertamax untuk memotong waktu antrean yang bisa mencapai 15 menit.
Hal tersebut dilakukan oleh Shanti. Wanita berusia 24 tahun tersebut awalnya mengantre di jalur Pertalite di sebuah pom bensin di Jalan Bintaro Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Jumat (26/8) sore. Saat itu, antrean mengular ke luar area pom bensin.
Enggan mengantre lama-lama, Shanti bermanuver ke jalur Pertamax dan langsung menempati antrean ke tiga dari nozzle. Selang lima menit, Shanti melunaskan pembelian Pertamax senilai Rp 20.000.
"Saya memang sering pakai Pertalite, tapi kalau antreannya panjang saya geser ke Pertamax. Nunggunya mager," kata Shanti.
Saat itu, Shanti datang dengan mengendarai Yamaha Mio Absolute rakitan 2012 dari arah Pondok Indah menuju arah rumahnya di daerah Tanah Kusir. Shanti mengatakan bahwa dirinya mengikuti isu adanya kenaikan harga BBM. Walau lebih sering menggunakan Pertalite, Shanti mengaku tak keberatan jika nantinya pemerintah melakukan penyesuaian harga.
"Sebagai pengguna saya tidak terdampak, karena saya cuma buat pulang-pergi ke kantor saja. Memang terasa kalau isi Pertamax, biasanya kalau isi Pertalite Rp 20.000 bisa penuh, kalau Pertamax paling setengah tangki. Tapi kalau saya lagi kondisi buru-buru saya beli Pertamax," katanya.
Sikap bersebrangan ditunjukan oleh Rizkiawan. Dengan tunggangan Yamaha Vega ZR 110 CC, dia rela mengantre hingga 20 menit untuk mendapatkan jatah BBM bersubsidi Pertalite di sebuah pom bensin di Jalan Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Cukup menyusahkan kalau harga Pertalite naik sampai Rp 10.000. Ini kan baru pulih setelah pandemi. Lumayan terasa nambah pengeluaran per bulannya," kata Rizkiawan saat ditemui di lokasi pada Jumat (26/8) petang.
Dia mengatakan, motor rakitan 2010 miliknya bisa menampung hingga empat liter bensin. Hari ini, ia baru saja membeli Pertalite sebanyak Rp 20.000 yang diperkirakan tahan hingga empat hari ke depan. Rizkiawan mengatakan, dirinya akan tetap membeli Pertalite dan mengantre lama jika pemerintah menaikan harganya ke angka Rp 10.000 per liter.
"Tetap pertalite sih, jarak Rp 2.500 per liter lumayan juga ya," sambungnya.
Pria kelahiran Jakarta, 24 tahun lalu itu berharap pemerintah bisa menunkan harga sembako atau bahan pangan jika pemerintah tetap menaikan harga Pertalite. Dia juga mengusulkan harga Pertamax agar diturunkan menjadi Rp 11.000 per liter apabila terjadi kenaikan pada Pertalite.
"Saya kira harga Pertalite belum layak naik. Mungkin kalau UMR naik, wajar kali ya dinaikin," ujar Rizkiawan.
PT Pertamina melaporkan terjadi peningkatan konsumsi BBM bersubsidi Pertalite dan Solar di sejumlah daerah di Tanah Air. Salah satunya terjadi di Provinsi Sumatera Utara.
Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) mencatat, penyerapan Pertalite hingga Juli 2022 sudah menyentuh angka 71% dari total kuota penyaluran tahunan. Rata-rata konsumsi harian di Provinsi Sumatera Utara mencapai 4.606 kilo liter (kl) per hari meningkat jika dibandingkan dengan Juli 2021 yang mencapai 3.528 kl per hari.
Hal serupa juga terjadi pada konsumsi Solar bersubsidi yang penyerapannya menyentuh 66% pada Juli 2022 dari total kuota penyaluran tahunan. Adapun rata-rata konsumsi harian Solar di Provinsi Sumatera Utara mencapai 3.377 kl per hari. Angka konsumsi tersebut meningkat dibanding dengan Juli 2021 yaitu mencapai 3.036 kl per hari.
"Kami terus melakukan koordinasi dan monitoring penyaluran BBM di lapangan, kami pastikan bahwa penyaluran BBM bagi masyarakat di Provinsi Sumatera Utara berjalan dengan lancar dan aman," kata Pjs Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut, Agustiawan dalam siaran pers pada Rabu (24/8).
Agustiawan mengatakan, kenaikan konsumsi produk BBM Bio Solar dan Pertalite disebabkan meningkatnya mobilitas masyarakat dan membaiknya kondisi pandemi Covid-19. Adapun ketahanan stok bio solar di Integrated Terminal Medan Group sangat baik yaitu mencapai 18 hari.
"Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir angka tersebut belum termasuk stok yang berada di kilang dan kapal saat ini,” tambah Agustiawan.
Kondisi serupa juga terjadi di Daerah Istimiewa Yogyakarta (DIY). Area Manager Communication, Relation & Corporate Social Responsibility Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho mengatakan tingginya geliat perekonomian, aktivitas pariwisata, dan adanya beberapa event besar yang dilaksanakan di wilayah Jawa Tengah dan DIY turut berdampak pada peningkatan konsumsi BBM di wilayah tersebut.
“Saat ini rata-rata konsumsi harian BBM jenis gasoline berupa Pertalite dan Pertamax Series di Jawa Tengah sebesar 11.283 kl dan untuk wilayah DIY konsumsi gasoline rata rata hariannya sebesar 1.809 kl,” jelas Brasto siaran pers pada Rabu (24/8).
Brasto melanjutkan bahwa ada peningkatan konsumsi BBM Penugasan Pertalite di tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 di Jawa Tengah dan DIY, yaitu berkisar 28 % dari sebelumnya 8.586 kl per hari menjadi 11.025 kl per hari.
"Namun untuk ketahanan stok untuk Pertalite sangat aman. Per tanggal 23 Agustus, stoknya di Fuel Terminal Jawa Tengah dan DIY mendekati 9 hari. Itu belum termasuk stok di kilang dan kapal. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir dan kami mengimbau masyarakat agar tetap membeli BBM sesuai dengan kebutuhan,” tukas Brasto.
Menurut laporan Global Petrol Prices, negara yang tercatat memiliki harga BBM termurah di Asia Tenggara adalah Malaysia, yakni Rp6792,6 per liter (BBM setara RON 95). Di atasnya ada Vietnam dengan harga BBM Rp15.939,6 per liter.