Harga Minyak Naik Tipis Imbas Kekhawatiran Kekurangan Pasokan Energi

Zukiman Mohamad/Pexels
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai
26/10/2022, 06.51 WIB

Harga minyak naik tipis pada penutupan perdagangan Selasa (26/10), rebound dari penurunan sebelumnya yang mencapai US$ 1 per barel. Kenaikan harga minyak dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS dan kekhawatiran pasokan yang disorot oleh Menteri Energi Arab Saudi.

Minyak mentah berjangka Brent naik 26 sen menjadi US$ 93,52 per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 74 sen menjadi US$ 85,32.

Kedua indeks tersebut sempat mengalami fluktuasi senilai US$ 1 sepanjang sesi perdagangan.

Indeks dolar AS turun selama perdagangan Selasa (25/10). Hal ini juga mendongkrak harga minyak karena menjadi lebih murah untuk negara-negara selain AS.

Pasokan energi berkurang

Kenaikan harga minyak juga dipengaruhi oleh pernyataan Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, bahwa cadangan energi digunakan sebagai mekanisme untuk memanipulasi pasar.

"Adalah tugas saya untuk menjelaskan bahwa kehilangan stok darurat mungkin menyakitkan di bulan-bulan mendatang," katanya pada konferensi Future Initiative Investment (FII) di Riyadh, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (26/10).

Head of the International Energy Agency (IEA), Fatih Birol, mengingatkan bahwa pengetatan pasar untuk gas alam cair atau LNG di seluruh dunia dan pengurangan pasokan oleh produsen minyak utama telah menempatkan dunia di tengah krisis energi global pertama yang sesungguhnya.

Analis di Price Futures Group, Phil Flyn, mengatakan bahwa komentar dari Riyadh dan IEA adalah pengingat bahwa krisis energi masih jauh dari selesai. "Masih ada kekhawatiran pasar kekurangan pasokan," ujarnya.

Namun demikian, aktivitas ekonomi yang tidak pasti di dua konsumen minyak terbesar dunia membatasi kenaikan harga minyak. Dua konsumen terbesar itu adalah Amerika Serikat dan Cina.

Data pemerintah Cina menunjukkan impor minyak mentah negara tersebut pada September turun 2% secara year on year. Sementara AS sedang mengalami ancaman resesi.

Kepala Eksekutif Goldman Sachs David Solomon memprediksi bahwa resesi kemungkinan besar akan terjadi di AS. Kemungkinan lebih kecil akan terjadi untuk kawasan Eropa.