Harga BBM Dinilai Sulit Turun Walau Harga Minyak Melandai

Muhamad Fajar Riyandanu
24 Oktober 2022, 13:51
harga bbm, harga minyak, pertamina
ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/wsj.
Seorang petugas menunjukkan harga BBM jenis Pertalite yang sudah naik menjadi Rp10 ribu per liter di SPBU Maya jalur Pantura, Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, Solar subsidi dari Rp5.150 per liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter berlaku pada Sabtu 3 September 2022 mulai pukul 14.30 WIB.

Sejumlah kalangan menilai harga minyak mentah global yang tengah melandai saat ini tak serta merta menjadi faktor untuk menurunkan harga BBM di dalam negeri. Hal ini disebabkan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS.

Menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2006-2009, Ari Hernanto Soemarno, faktor utama dari penentuan harga BBM terletak pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, harga minyak hingga akhir tahun masih cenderung fluktatif.

"Harga minyak akan terus tertekan turun ke level di bawah US$ 90 per barel. Namun dari segi dalam negeri, ada permasalahan nilai tukar," kata Ari dalam Energy Corner CNBC pada Senin (24/10).

Dia menambahkan jika kebijakan untuk menurunkan harga BBM bersamaan dengan turunnya harga minyak saat ini dinilai sebagai langkah yang terburu-buru.

Adapun harga minyak mentah terus mengalami penurunan. Minyak West Texas Intermediate (WTI) pada Senin (24/10) turun menjadi US$ 84,63 per barel dari harga akhir pekan, Jumat (21/10), di level US$ 85,05. Sedangkan Brent turun tipis menjadi US$ 93,08 dari harga US$ 93,50 per barel pada harga penutupan pekan lalu.

Ari menjelaskan harga minyak mentah akan terus berfluktuasi seiring belum meredanya konflik antara Rusia dan Ukraina. Dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah, hasil yang didapat dari penurunan harga minyak hanya bisa digunakan untuk mengurangi biaya kompensasi BBM ke Pertamina ketimbang menurunkan harga jual BBM.

Kondisi harga minyak pernah mengalami tren penurunan akibat merosotnya permintaan bahan bakar di Cina imbas kebijakan lockdown atau penguncian wilayah Covid-19 dan dan kekhawatiran pelemahan ekonomi global yang dapat mengurangi permintaan.

Namun sayangnya, ujar Ari, merosotnya harga minyak tak bertahan lama usai OPEC+ mengurangi produksi hingga 2 juta barel per hari (bph). Walau realisasinya baru mencapai kisaran 800.000 bph, kondisi tersebut kembali mengerek harga minyak di kisaran US$ 95-100 per barel.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...