Larang Ekspor Timah, ESDM Hitung Investasi Satu Smelter Butuh Rp 2,3 T

ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Smelter Freeport di kawasan Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur, Jumat (29/7/2022).
1/2/2023, 16.24 WIB

Ridwan menyampaikan bahwa pembangunan smelter lanjutan harus dibangun sebagai fasilitas pendukung kebijakan larangan ekspor bijih timah. Saat masih menjadi konsentrat, timah dijual dengan harga US$ 15.500 per ton. Angka ini naik jadi US$ 22 ribu per ton saat sudah menjadi logam timah.

Nilai jual logam timah akan naik hingga 1,1 kali lipat saat menjadi tin solder, kemudian 1,75 kali lipat saat menjadi tin chemcial dan 1,5 kali lipat saat menjadi tin plate. "Angka-angka ini kami sampaikan untuk antisipasi larangan ekspor logam timah dalam waktu tidak terlalu lama ini," ujar Ridwan.

Serapan Industri Hilir Minim

Selain soal smelter, Ridwan juga menyoroti minimnya industri hilir timah domestik. Menurutnya, industri manufaktur domestik hanya menyerap maksimal 5% dari total produksi logam timah batangan di dalam negeri. "Tantangannnya end user-nya masih sedikit, data umum 5% maksimum. Rata-rata 3%," kata Ridwan.

Untuk menyiasati minimnya serapan industri hilir domestik, hasil diskusi kelompok kerja Kementerian ESDM dan pelaku usaha mengusulkan hilirisasi secara bertahap.

Sembari menunggu pembangunan smelter selesai, kelompok kerja mengusulkan adanya substitusi impor untuk produk-produk lanjutan timah yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

Di sisi lain, meningkatkan kapasitas produksi olahan timah yang sudah ada seperti tin solder dan tin chemical. "Satu sisi melarang ekspornya sembari di dalam kita kuatkan kapasitas dan yang sudah ada, agar terjadi keseimbangan," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu