PT Freeport Indonesia (PTFI) bakal menambah porsi sahamnya pada pabrik pengolahan atau smelter tembaga milik PT Smelting yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur, dari 39,5% menjadi 65%.
Penambahan kepemilikan aset itu tak lepas dari peran PT Freeport yang menjadi investor tunggal dalam proyek ekspansi atau penambahan kapasitas smelter tersebut.
Lewat pendanaan US$ 250 juta atau sekira Rp 3,7 triliun yang sepenuhnya berasal dari PT Freeport, smelter milik PT Smelting diproyeksikan sanggup menambah kapasitas peleburan konsentrat tembaga hingga 300 ribu ton menjadi 1,3 juta ton per tahun.
"Sebagai kompensasinya, saham Freeport di PT Smelting yang saat ini 39,5% akan meningkat menjadi 65% setelah ekspansi selesai," kata Direktur Utama Freeport Indonesia, Tony Wenas, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Senin (27/3).
Setelah proses divestasi tersebut, PT Freeport dan PT Smelting telah menyepakati skema bisnis anyar dengan sebutan mekanisme 'tolling' yang akan secara penuh terjadi pada awal 2024.
Mekanisme tersebut bakal memberikan keluasan bagi PT Freeport untuk melaksanakan seluruh proses pemasaran hingga kuasa penuh terhadap kontrak produk sampingan seperti lumpur anoda, asam sulfat, terak tembaga dan tembaga telurida.
Sementara itu, kegiatan perdagangan tembaga katoda dilakukan oleh PT Smelting maksimum hingga 2031. Lebih lanjut, kata Tony, mekanisme tolling sebenarnya sudah dimulai sejak Januari 2023 sebagai bagian daripada masa transisi.
Dalam periode transisi tersebut, proses perdagangan dan kontrak penjualan secara menyelueuh dilakukan oleh PT Smelting atas nama PT Freeport. "Ini adalah progres divestasi atau ekspansi PT Smelting dari kacamata Freeport," ujar Tony.
Tony mengatakan bahwa langkah perusahaan untuk memperbesar kapasitas pengolahan smelter milik PT Smelting merupakan langkah untuk merealisasikan proyek hilirisasi tembaga jangka panjang.
Langkah ekspansi tersebut paralel dengan aksi perusahaan yang tengah membangun smelter tembaga baru di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik.
Smelter tersebut ditaksir sanggup mengolah konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta ton per tahun. Dengan demikian, Freeport bisa mengolah 3 juta ton konsentrat tembaga tiap tahun. "Kapasitas gabungan smelter itu cukup untuk memurnikan seluruh konsentrat tembaga yang diproduksi oleh Freeport," kata Tony.
Pada kesempatan tersebut, Tony menyampaikan bahwa progres terkini pembangunan smelter baru sampai Februari 2023 mencapai 56,5% dengan total biaya yang telah disalurkan sebesar US$ 1,83 miliar dari total alokasi belanja modal atau Capex US$ 3 miliar.
"Ini lebih dari 50% dari total Capex dan pekerjaan tiang pancang 100% selesai, kemudian instalasi baja 25% dan pekerjaan konkritnya 20%," ujar Tony.
Adapun pembangunan smelter anyar tersebut mundur selama setahun seiring adanya hambatan Pandemi Covid-19 yang menimpa Tanah Air dalam dua tahun terakhir. Smelter tersebut diproyeksikan baru bisa beroperasi secara penuh pada Desember 2024.
Di dalam Izin Usaha pertambangan Khusus (IUPK) milik Freeport, tertulis jangka waktu penyelesaian Smelter Gresik paling lambat 5 tahun sejak IUPK itu diterbitkan pada Desember 2018. Sehingga penyelesaian pembangunan smelter maksimal rampung pada Desember 2023.
"Pandemi Covid-19 terjadi, sehingga kami mengajukan perpanjangan kepada pemerintah akibat keadaan kahar yang menjadi keterlambatan selama 1 tahun," kata Tony.