Indef Ungkap Tantangan Berat RI Capai Target Lifting Migas 2025

Ringkasan
- Indef menyoroti tantangan pencapaian target lifting migas 2025 akibat tren penurunan produksi dan hambatan di sektor hulu migas. Penurunan produksi disebabkan oleh banyaknya sumur minyak yang telah memasuki tahap mature, sehingga produksinya terus menurun. Hambatan tersebut meliputi ketidakpastian hukum, kebijakan fiskal yang kurang kompetitif, dan proses perizinan yang berbelit.
- Rendahnya realisasi lifting migas hingga Februari 2025 menjadi indikasi tantangan tersebut. Lifting minyak baru mencapai 551,7 ribu bopd dan lifting gas 978 ribu boepd, di bawah target. Tanpa eksplorasi baru dan penerapan teknologi EOR yang lebih agresif, produksi minyak nasional berisiko terus menurun.
- Meskipun terdapat tantangan, Kementerian ESDM optimis target lifting minyak 2025 dapat tercapai. Kinerja lifting migas 2024 yang mendekati target menjadi dasar optimisme tersebut.

Dalam riset terbarunya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkap sejumlah tantangan dalam mencapai target realisasi produksi minyak dan gas terangkut (lifting) pada 2025.
Pemerintah menargetkan lifting minyak dan gas (migas) sebesar 1,61 juta barel setara minyak per hari (boepd), yang terdiri atas 605 ribu barel minyak per hari (bopd) dan 1,005 juta boepd gas.
Namun, Indef menilai pencapaian target ini menghadapi tantangan besar.
“Tantangan ini terutama karena tren penurunan produksi yang sudah terlihat dalam beberapa tahun terakhir,” tulis Indef dalam laporan bertajuk Dinamika Ekonomi Pangan dan Energi Menjelang Lebaran, dikutip Minggu (30/3).
Pada 2024, realisasi lifting minyak hanya mencapai 579 ribu bopd, lebih rendah dari target APBN sebesar 635 ribu bopd. Hingga Februari 2025, lifting minyak baru mencapai 551,7 ribu bopd, sementara lifting gas mencapai 978 ribu boepd, masih di bawah target 1,005 juta boepd.
“Penurunan produksi ini terutama disebabkan oleh banyaknya sumur minyak yang telah memasuki tahap matang atau mature, sehingga produksinya terus berkurang,” tulis Indef.
Risiko Target Lifting Tidak Tercapai
Indef menyoroti bahwa tanpa eksplorasi baru dan penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang lebih agresif, produksi minyak nasional berisiko terus menurun.
Selain tantangan teknis, sektor hulu migas juga menghadapi hambatan regulasi dan investasi. “Ketidakpastian hukum akibat revisi Undang-Undang Migas yang belum terselesaikan mengurangi kepercayaan investor,” tulis Indef.
Di sisi lain, kebijakan fiskal dan mekanisme bagi hasil yang kurang kompetitif turut menurunkan daya tarik investasi. Proses perizinan eksplorasi dan pengembangan yang dianggap berbelit juga memperlambat implementasi proyek baru.
“Jika regulasi tidak segera disederhanakan dan skema investasi tidak diperbaiki, Indonesia berisiko kalah bersaing dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Vietnam dalam menarik perusahaan migas global,” tulis Indef.
Dengan meningkatnya konsumsi energi domestik, ketergantungan terhadap impor minyak juga akan semakin besar. Oleh karena itu, Indef menyarankan agar pemerintah menerapkan strategi yang lebih efektif untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Pemerintah Optimistis Capai Target Lifting Minyak 2025
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap optimistis bahwa target lifting minyak 2025 bisa tercapai.
Sepanjang 2024, rata-rata lifting minyak bumi tercatat sebanyak 579,7 ribu barel per hari (bph), atau sekitar 91,29% dari target APBN sebesar 635 ribu bph.
“Insya Allah, pada 2025 (target lifting minyak) bisa tercapai,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Senin (3/2).
Kinerja lifting gas bumi juga mengalami kendala serupa. Sepanjang 2024, rata-rata lifting gas bumi tercatat sebanyak 1,02 juta boepd, sedikit di bawah target APBN sebesar 1,03 juta boepd.