Pelaku usaha smelter berharap pemerintah membatalkan rencana pelaksanaan bea keluar komoditas hasil olahan bijih nikel kadar tinggi seiring merosotnya harga fernonikel, nikel pig iron (NPI), dan nikel matte sejak tahun lalu.
Merosotnya harga produk antara tersebut disebabkan karena suplai global yang berlebih di tengah menurunnya permintaan baja tahan karat atau stainless steel.
Direktur Utama PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, mengatakan bahwa harga produk olahan bijih nikel kadar tinggi saat ini mendekati biaya produksi. Dia menyampaikan sejauh ini ada 140 jalur pengolahan nikel yang sanggup mengolah 130 juta metrik ton bijih nikel per tahun.
Adapun produksi hasil olahan bijih nikel kadar tinggi IMIP mencapai 8 juta ton per tahun. “Soal pajak ekspor pemerintah harus mempertimbangkan situasi sekarang, harga NPI saat ini sudah jauh turun,” kata Alex di Hotel Westin Jakarta pada Selasa (9/5).
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menambahkan, konsumsi industri dalam negeri masih belum sanggup untuk menyerap seluruh fernonikel, nikel pig iron (NPI), dan nikel matte.
“Tidak ada pajak ekspor saja ini tidak ada yang beli. Kalau ada pajak siapa yang beli, apalagi serapan dalam negeri minim,” ujar Alex.
Merujuk laporan London Metal Exchange (LME) harga nikel untuk kontrak tiga bulan turun 3% ke US$ 23.997 per ton. Sepanjang 2023 berjalan, harga nikel LME merosot hingga 29,8% dari posisi US$ 31.150 di awal tahun.
Lebih lanjut, Alex menjelaskan bahwa merosotnya permintaan fernonikel, nikel pig iron (NPI), dan nikel matte global sejalan dengan penurunan serapan stainless steel dunia. Menurutnya, kondisi itu disebabkan oleh anjloknya proyek pembangunan, infrastruktur hingga bisnis properti.
Tren penurunan konsumsi stainless steel juga terjadi di dalam negeri. “Tanpa pajak ekspor pun kami juga sudah susah jual ke luar negeri karena permintaan stainless steel dunia turun karena inflasi dan suku bunga tinggi. Di Cina, permintaan real estate turun,” kata Alex.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan bahwa pemerintah tengah mengkaji ulang ihwal rencana penetapan pajak ekspor Fernonikel, NPI, dan nikel matte yang mengudara sejak awal 2022 lalu.
Langkah itu diambil sebagai respon pemerintah yang melihat adanya tren penurunan harga nikel sejak awal 2023. “Mungkin kita kemarin agak cepat memberikan usulan itu karena harganya bagus sehingga volume produksi tinggi. Namun sekarang harganya turun,” kata Luhut di Hotel Westin Jakarta pada Selasa (9/5).
Luhut tak memberikan kepastian lebih rinci terkait kelanjutan bea keluar ekspor komoditas hasil olahan bijih nikel kadar tinggi tersebut. Dia hanya menjelaskan bahwa pemerintah masih mencari momentum yang tepat untuk implementasinya. “Pemerintah akan melihat ekuilibriumnya dengan cermat,” ujar Luhut.