Kementerian ESDM menyatakan kecewa terhadap sikap Shell yang dianggap lambat memproses keluar dari pengelolaan Proyek Abadi LNG Blok Masela. Perusahaan migas asal inggris itu tak kunjung melepas 35% hak partisipasi mereka kepada PT Pertamina.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan sikap Shell berdampak negatif pada upaya pemerintah untuk mempercepat monetisasi lapangan yang memiliki cadangan gas sebesar 4 triliun kaki kubik (TCF) tersebut.
“Jadi pemerintah kehilangan peluang untuk mengelola dalam waktu yang panjang. Kemarin Pak Menteri ESDM menyampaikan kecewa,” kata Tutuka di Gedung Nusantara I DPR Jakarta pada Selasa (23/5).
Tutuka mengatakan pemerintah saat ini berencana untuk menindaklanjuti rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Blok Masela yang telah disusun oleh Inpex Corporation sebagai operator sekaligus pemegang saham mayoritas 65% Blok Masela.
Langkah itu sebagai upaya untuk mengorek informasi ihwal pengembangan Blok Masela yang berjalan lambat. “Kami mau menindaklanjuti PoD-nya. Pemerintah kecewa kenapa kok bisa lama seperti itu,” ujar Tutuka.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan prosesi alih 35% aset hak partisipasi Shell kepada Pertamina belum menemui kata 'final'. Bahkan, negosiasi antar perusahaan migas tersebut kian berjalan alot.
"Masih dalam proses negosiasi, agak alot. Shell itu ya mestinya dia lebih mengerti. Untuk kepentingan Indonesia Shell gak mau fleksibel," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (19/5).
Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto. Dia menyebut proses alih aset tersebut terkendala negosiasi kesepakatan harga antara konsorsium dengan Shell. Konsorsium Pertamina dan Petronas juga terus melakukan negosiasi dengan Shell untuk segera merampungkan pembelian 35% hak partisipasi sebelum melewati batas target maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah pada paruh pertama tahun ini.
"Sudah pasti kalau negosiasi itu harganya yang belum ketemu. Namun selisih harganya sudah semakin mengecil," kata Dwi di Kementerian ESDM pada Senin (15/5).
SKK Migas pernah menyampaikan bahwa Pertamina perlu menyiapkan US$ 1,4 miliar atau setara Rp 21 triliun untuk mengakuisisi 35% PI Shell di Blok Masela. Besaran itu menghitung pengeluaran Shell saat mengelola Blok Masela, yakni US$ 875 juta untuk PI 35% dan US$ 700 juta untuk investasi.
Konsorsium Pertamina dan Petronas kini sedang dalam proses untuk menyepakati rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) bersama SKK Migas.
Satu poin utama yang dibahas dalam PoD tersebut adalah implementasi teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS). Adanya tambahan fasilitas CCS di Proyek LNG Masela berdampak pada biaya proyek yang membengkak menjadi US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 21 triliun.