Pertamina Gandeng Mubadala hingga Japex untuk Turunkan Emisi Karbon

Pertamina
Pekerja PT. Pertamina Hulu Rokan tengah melakukan peninjauan di salah satu sumur pengeboran di Wilayah Kerja (WK) Rokan. PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) berhasil mengebor sumur baru dengan kandungan minyak Sumatera Light Crude (SLC) di wilayah kerja (WK) Rokan, Riau.
Penulis: Happy Fajrian
26/7/2023, 14.41 WIB

Pertamina menggandeng sejumlah perusahaan mitra internasional di antaranya Mubadala Energy (Uni Emirat Arab), POSCO International (Korea Selatan), Japan Petroleum Exploration (Japex) dan Japan Organization for Metals and Energy Security (Jogmec) untuk menjajaki kerja sama dalam transisi energi dan upaya penurunan emisi karbon.

Pertamina dan para mitranya ini bermaksud menjajaki kemungkinan kerja sama dalam penelitian, pengembangan teknologi produk rendah karbon beserta implementasinya, khususnya untuk Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS), hidrogen/amonia biru, energi baru terbarukan (EBT), dan lainnya.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina memiliki tanggung jawab besar sebagai motor untuk mencapai komitmen Net Zero Emission (NZE). Sektor energi diproyeksikan sebagai sektor penyumbang emisi terbesar Indonesia 2030, dan juga diharapkan memiliki kontribusi yang signifikan dalam pengurangan emisi karbon.

Apalagi sektor energi menempati urutan kedua setelah sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sebagai penyumbang utama emisi karbon Indonesia. Nicke menegaskan Pertamina akan mendukung langkah pemerintah dalam mewujudkan target NZE Indonesia pada 2060 atau lebih cepat.

“Sebagai perusahaan energi nasional dan salah satu BUMN terbesar di Indonesia, Pertamina siap untuk terus berperan penting dalam memimpin transisi energi dan pengurangan emisi di sektor energi Indonesia,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (26/7).

Indonesia akan memiliki peran penting, tidak hanya di Asia tetapi juga dalam dekarbonisasi global. Saat ini emisi per kapita Indonesia masih di bawah rata-rata emisi CO2 per kapita dunia (di bawah 3 ton per orang).

Adapun, Indonesia memiliki potensi dari klaster Integrasi untuk CCUS end-to-end dan berinovasi sebagai penyedia energi hijau di klaster tersebut. Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, kapasitas penyimpanan CO2 potensial mencapai 80 hingga 400 giga ton CO2 di depleted reservoir serta saline aquifer.

Dengan kapasitas penyimpanan CO2 yang sangat besar ini, proyek dekarbonisasi di Indonesia juga akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penurunan emisi dunia.

Proposisi unik lainnya adalah hutan hujan tropis, lahan gambut, dan hutan bakau terbesar yang berpotensi menyimpan hingga 300 miliar ton CO2, menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi solusi berbasis alam terbesar ke-2 untuk menyelesaikan masalah emisi.

Terakhir, melimpahnya energi baru dan terbarukan yang berpotensi untuk menghasilkan sekitar 3.600 GW di Indonesia akan turut menjadi pendorong dekarbonisasi global, yang berasal dari berbagai sumber termasuk panas bumi (24 GW); angin (155 GW), matahari (3.300 GW), bioenergi (57 GW), air (95 GW) dan laut (60 GW).

Nicke menambahkan, kolaborasi dengan mitra ini diperlukan untuk menghadapi tantangan transisi energi, terutama dalam penguasaan teknologi dan pembiayaan.

“Mengingat situasinya yang urgen, kami membutuhkan visi yang lebih besar, serta komitmen yang lebih besar terhadap langkah inovatif, inklusif, dan juga kolaboratif, dan itu kami butuhkan sekarang,” kata Nicke.

Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.