Kementerian ESDM melaporkan bahwa hingga akhir tahun 2023 realisasi rasio elektrifikasi telah mencapai 99,78% dan rasio desa berlistrik 99,83%. Pemerintah terus mengupayakan agar seluruh wilayah di Indonesia dapat mengakses listrik atau rasio elektrifikasi 100%.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu menyampaikan bahwa pemenuhan rasio elektrifikasi dan desa berlistrik 100% untuk mewujudkan keadlian bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam hal akses tenaga listrik.
Meski demikian, Jisman mengatakan bahwa untuk mencapai RE 100% bukan perkara mudah, selain berada di remote area, dana yang dibutuhkan untuk mengejar RE 100% juga tidak sedikit. Hingga tahun 2025 membutuhkan dana sebesar Rp22,08 triliun.
“Kami sudah hitung bersama PLN, kita sudah konsinyiring 3 hari 3 malam untuk menghitung berapa sih kebutuhan anggaran untuk menyelesaikan 100% RE dalam 2 tahun ke depan, sampai 2025 ada Rp 22,08 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, dikutip Jumat (19/1).
Dari sekitar Rp 22 triliun tersebut, tuturnya, akan difokuskan menjadi tiga hal, yaitu perluasan jaringan yang mencapai porsi 55,59%, pembangunan pembangkit komunal dengan porsi 44,33%, pada umumnya menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditambah baterai, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sebesar 1,3 MW di 20 lokasi.
“Kami akan lakukan perluasan jaringan nanti, tapi jika jaringan PLN masih jauh kita nanti upayakan menggunakan energi setempat pembangkit komunal untuk memperkuat menggunakan baterai,” kata Jisman.
Selain itu akan diterapkan program dari Ditjen EBTKE Kementerian ESDM yaitu APDAL (Alat Penyalur Daya Listrik) dan SPEL (Stasiun Pengisian Energi Listrik) yang diperuntukkan di daerah yang sulit dijangkau, dengan porsi 0,08%.
Lebih lanjut, Jisman mengatakan dari rasio elektrifikasi yang mencapai 99,78% pada 2023, 98,32% listriknya berasal dari PLN, dan 1,46% sisanya non-PLN seperti dari program-program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), maupun program dari kementerian lain menggunakan PLTS untuk di area terpencil.
“Namun, ke depan kami menginginkan supaya lebih sustain dan lebih andal ini kelistrikan di rumah tangga, termasuk di remote area itu, agar dilayani oleh PLN. Karena pelayanan PLN itu akan lebih baik daripada yang swakelola,” ujar Jisman.
Selain itu, dengan menikmati jaringan listrik dari PLN, masyarakat yang tidak mampu khususnya yang berada di wilayah timur Indonesia juga bisa menikmati subsidi listrik yang sama dengan masyarakat lainnya serta menerima haknya sebagai warga negara. Sementara apabila menggunakan listrik yang berasal dari swakelola atau non-PLN, tidak ada subsidinya.
Adapun, hingga akhir Desember 2023, jumlah rumah tangga belum berlistrik diproyeksikan sebanyak 185.662 rumah tangga. Sementara sebanyak 140 desa belum dialiri listrik. Dari jumlah tersebut, 12 desa di Provinsi Papua Barat Daya, 9 desa di Papua, 56 desa di Papua Pegunungan, 47 desa di Papua Tengah, dan 16 desa di Papua Selatan.