Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengakui bahwa target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 kemungkinan akan mundur 3 tahun atau baru tercapai pada 2033.
Dwi mengungkapkan bahwa salah satu penyebab mundurnya pencapaian target tersebut adalah terjadinya pandemi Covid-19 pada akhir 2019/awal 2020 yang berlangsung hingga 2023.
“Intinya memang mundur sekitar 2-3 tahun karena pandemi yang harus kita hadapi,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, dikutip Senin (18/3).
Dia menjelaskan bahwa target produksi 1 juta barel minyak dan gas 12 BSCFD dirumuskan dalam long term planning (LTP) atau target jangka panjang yang dibuat pada 2019.
“Waktu itu mereview berbagai project, berbagai opportunity yang memungkinkan, sehingga membuat target 2030 dengan 1 juta barel minyak dan 12 BSCFD gas. Bahkan pada 2019 ada CEO forum di mana seluruh KKKS menandatangani komitmen untuk menjalankan apa yang dituangkan dalam LTP,” kata Dwi.
Namun menjelang akhir 2019 dan awal 2020, pandemi Covid-19 melanda dunia. Hal ini membuat berbagai kegiatan di lapangan, proyek dan sebagainya terbatas. “Sehingga terjadi kemunduran-kemunduran proyek,” ujarnya.
Dwi mencontohkan salah satu proyek yang mundur yaitu Forel Bronang Medco Natuna yang diharapkan bisa berkontribusi 10 ribu barel per hari (bph) minyak dan 43 MMSCFD gas, terpaksa mundur ke 2024.
Selain terkendala pandemi Covid-19, sebelumnya Dwi juga memaparkan sejumlah tantangan dalam mencapai target produksi 2030, salah satunya yakni KKKS masih fokus dalam mempertahankan penurunan produksi alamiah dari lapangan-lapangan mature/tua.
“Sedangkan untuk mengubah cadangan menjadi produksi juga terkendala oleh masalah POD mangkrak dan proyek yang tertunda,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf, mengatakan bahwa 80-90% lapangan migas di Indonesia sudah mature. “Target satu juta bph cukup atau sangat-sangat menantang dan berat. Karena secara aset mungkin 80-90% lapangan kita sudah mature, tekanan berkurang dan lain sebagainya,” ujarnya pada November 2023.
Meski begitu Dwi menegaskan bahwa sepanjang 2023 SKK Migas bersama KKKS mampu menekan laju penurunan produksi alamiah dari 7% menjadi hanya 1%. “Mudah-mudahan decline bisa terus kami kurangi. Kalau bisa tahun depan sudah benar-benar tidak ada decline,” kata Dwi.
Sementara itu untuk mencapai target produksi gas, SKK Migas juga menghadapi kendala keterlambatan proyek dan kepastian serapan dari pembeli.