ESDM Baru Setujui 12 RKAB Timah, Produksi dan Ekspor Anjlok

ANTARA FOTO/Basri Marzuki/tom.
Ilustrasi tambang.
Penulis: Mela Syaharani
1/4/2024, 18.24 WIB

Kementerian ESDM per 18 Maret baru menyetujui 12 permohonan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) timah periode 2024-2026. Dari 12 persetujuan tersebut, total kapasitas produksi timah hingga 2026 mencapai 44.481,63 ton.

Secara keseluruhan, Kementerian ESDM melaporkan telah menerima 731 permohonan RKAB perusahaan mineral. Dari jumlah tersebut, baru 201 permohonan RKAB yang diproses atau 27,49% dari total, dengan 191 RKAB (26,13%) disetujui dan 10 (1,37%) ditolak.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan dengan lambatnya persetujuan RKAB Mineral, dapat berdampak bagi kinerja produksi dan ekspor mineral andalan Bangka Belitung ini.

“RKAB yang molor tentu dampaknya ke produksi dan ekspor yang akan menurun,” ujarnya kepada Katadata.co.id pada Senin (1/4).

Rizal menjelaskan persetujuan RKAB yang dikeluarkan Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) saat ini berpedoman pada Keputusan Menteri tentang tata cara pengesahan RKAB.

“Artinya melihat kepada kelengkapan data dan dokumen yang diperlukan serta adanya verifikasi sumber daya dan cadangan oleh Competent Person,” ujarnya.

Cadangan sumber daya ini lah yang menurut Rizal akan menentukan proses dan kuota penambangan. “Yang terjadi sekarang, adanya penambangan yang dilakukan tanpa kelengkapan dokumen-dokumen tersebut dan biasa diistilahkan dengan PETI,” ucapnya.

Sebagai informasi, PETI atau pertambangan tanpa izin adalah istilah bagi kegiatan pertambangan yang dilakukan secara ilegal atau illegal mining. “Makanya perlu diperhatikan masih banyak PETI yang beroperasi untuk memproduksi timah. Jumlahnya yang tidak bisa diprediksi karena tidak ada RKAB,” kata dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bangka Belitung mencatat kinerja ekspor provinsi tersebut merosot hingga 82,55% pada Januari 2024 menjadi US$ 29,79 juta dari US$ 170,64 juta pada Desember 2023.

Anjloknya kinerja ekspor negeri Laskar Pelangi ini lantaran tidak adanya ekspor timah yang menjadi komoditas andalannya. Sehingga ekspor seluruhnya berasal dari non timah yakni komoditas lemak, minyak hewan, dan minyak nabati sebesar US$ 29,79 juta.

Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Eka Mulya Putra membenarkan jika sejak Januari hingga Maret 2024, tidak ada ekspor timah sama sekali dari Bangka Belitung. "Benar, sampai hari ini dari Januari-Maret ini belum ada sama sekali ekspor timah," ujarnya seperti dikutip Detik.com.

Eka mengungkapkan, ada dua hal yang menyebabkan tidak adanya aktivitas pertambangan dan ekspor timah di Bangka Belitung. Pertama, belum disetujuinya RKAB perusahaan timah oleh Kementerian ESDM.

"Timah ini, mengapa Januari sampai hari ini nilai ekspornya kecil bahkan dikatakan tidak ada ekspor karena penyebabnya adalah RKAB dari masing-masing perusahaan itu belum dikeluarkan oleh pemerintah," kata dia.

Dia menjelaskan bahwa lambatnya persetujuan RKAB timah ini lantaran ketatnya verifikasi dari Kementerian ESDM. Selain itu kasus korupsi tata kelola timah yang di antaranya menjerat mantan direktur utama PT Timah dan pengusaha Harvey Moeis juga berdampak pada pelaku usaha timah.

Sebelumnya, Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Suswantono mengatakan penyebab lambatnya persetujuan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) dari perusahaan-perusahaan mineral dan batu bara berkaitan dengan kelengkapan persyaratan yang belum sepenuhnya dipenuhi. 

“RKAB tidak tidak sulit diterbitkan asal dengan catatan si pelaku usaha bisa melengkapi persyaratannya. Karena selama ini pelaku usaha belum bisa melengkapi persyaratannya,” kata Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa (26/3).

Bambang menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan sejumlah cara agar memudahkan proses penerbitan melalui pelatihan atau coaching clinic dari Dirjen Minerba. “Sudah Coaching Clinic pun itu belum semua perusahaan bisa menyelesaikan,” ujarnya. 

Bambang mengaku, lambatnya proses penerbitan RKAB juga berimbas pada tekanan yang diterima dari Menteri ESDM Arifin Tasrif. “Saya juga dikejar-kejar menteri saya, kenapa RKAB lambat. Kami sudah siap tapi pelaku usaha belum bisa melengkapi dan merespon,” kata dia.

Dalam rapat tersebut, Bambang menyampaikan bahwa keterlambatan ini juga berpotensi disebabkan karena staf para perusahaan yang kurang amanah.

“Yang kami temukan di lapangan ternyata kalau dari kesimpulan saya, staf pelaku usaha yang malas untuk melengkapi persyaratan. Dia melapor pada bosnya bahwa sudah dikirim. Ternyata tdk ada di tempat saya,” ucapnya.

Reporter: Mela Syaharani