Harga minyak dunia tercatat naik 2% pada minggu ini dengan Brent kembali mendekati level US$ 90 per barel. Harga terkerek sentimen ekonomi jelang pengumuman angka inflasi Amerika Serikat (AS) yang akan menggambarkan prospek permintaan di negara pengonsumsi minyak terbesar dunia itu.
Adapun pagi ini, Jumat (26/4), Brent berada di level US$ 89,32 per barel, naik 0,35% dibandingkan sesi sebelumnya. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS di level US$ 83,81 per barel, naik 0,29%.
Bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed akan mengumumkan angka inflasi AS hari ini. Seperti yang diketahui, pengumuman ini dilakukan saat pertumbuhan ekonomi AS sedang lemah.
Oleh sebab itu, data inflasi ini akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter ke depan yang berpengaruh terhadap aset-aset berisiko termasuk komoditas seperti minyak mentah.
Selain pengaruh rilisnya data inflasi, kenaikan harga minyak yang terjadi tahun ini juga disebabkan oleh pemangkasan pasokan oleh OPEC dan sekutunya atau lebih dikenal dengan OPEC+. Ketegangan di Timur Tengah antara Iran dan Israel sempat mendorong harga Brent di atas US$ 90 pada awal April ini.
"Fokusnya kemungkinan akan tetap pada makro," kata seorang analis di Saxo Capital Markets Pte, Charu Chanana dikutip dari Bloomberg, Jumat (26/4).
Charu menambahkan bahwa akselerasi lebih lanjut dalam harga minyak dapat mengaburkan prospek permintaan. “Ada juga hambatan dari data PDB AS yang lemah, yang mendorong kekhawatiran stagflasi,” katanya.
Tidak hanya fokus pada pengumuman data inflasi AS, bloomberg menyebut laporan keuangan beberapa perusahaan minyak besar di dunia seperti Chevron Corp dan Exxon Mobil Corp juga akan menjadi fokus utama lainnya bagi pasar.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah memberi petunjuk terkait kondisi ekonomi AS. Dia mengatakan bahwa kondisi ekonomi negaranya dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan kuartal pertama tahun ini.
“Pertumbuhan ekonomi AS kemungkinan lebih kuat daripada yang ditunjukkan oleh data triwulanan yang lebih lemah dari perkiraan,” kata Janet dikutip dari Reuters, Jumat (26/4).
Yellen mengatakan pertumbuhan PDB AS untuk kuartal pertama dapat direvisi lebih tinggi setelah lebih banyak data tersedia, dan inflasi akan turun ke tingkat yang lebih normal setelah sejumlah faktor tidak lazim yang menahan ekonomi ke level terlemahnya dalam hampir dua tahun.