Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan perlu evaluasi mengenai kelanjutan kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT untuk sektor industri.
“Kami lihat tingkat produksi dan harga gasnya seperti apa,” kata Deputi Bidang Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (14/6).
Pembahasan mengenai kelanjutan HGBT masih terus berjalan dalam bentuk diskusi secara rutin.Namun, Kurnia enggan merinci isi diskusi dan evaluasi yang dilakukan pemerintah dan SKK Migas.
Selain keberlanjutan kebijakan, Kurnia juga turut membahas tentang ketersediaan gas yang sempat disebut PT Pertamina Gas Negara Tbk (PGN) sebagai kendala. “Potensi gas di hulu masih ada dan tersedia, suplainya juga masih banyak,” ujarnya.
Senada dengan Kurnia, sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mengatakan kebijakan HGBT atau gas murah untuk industri akan dievaluasi sebelum diputuskan akan berlanjut atau tidak.
“Per regulasi 2024 HGBT bukan berakhir, namun harus dievaluasi. Jadi kami sedang melakukan hal tersebut bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana pada akhir Mei lalu.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan banyak masukan terkait kebijakan gas murah. Pelaksanannya berjalan dengan baik tapi ada beberapa angka yang kurang sesuai. “Misalnya untuk realisasi dari investasi. Ini yang kami masih dalami untuk segera dievaluasi,” ujarnya.
Kebijakan HGBT memiliki sedikit kendala dari sisi suplai yang mengakibatkan pasokan gas melalui pipa PGN berkurang. “Jadi ketika terjadi kekurangan produksi bagaimana cara membaginya itu sudah ada, tapi memang betul bahwa suplai gasnya terjadi penurunan,” ucapnya.