Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa mulai 17 Augstus 2024 pemerintah akan mulai membatasi BBM subsidi. Meski begitu dua menteri lainnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menepis kabar ini.
Terlepas dari itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah sebelum menerapkan kebijakan pembatasan BBM subsidi kepada masyarakat.
Pertama, pemerintah harus menetapkan mekanisme pembatasan BBM subsidi. Hal ini untuk memastikan kelancaran pemerintah dalam membatasi penyaluran BBM. Namun, Fahmy menyebut mekanisme pembatasan ini sebaiknya jangan menggunakan pendataan My Pertamina karena kurang efektif.
“Begitu juga dengan pembatasan kriteria kendaraan 1.400 CC sulit untuk diterapkan dan merepotkan petugas SPBU,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Senin (15/7).
Kedua, setelah penetapan mekanisme, Fahmy menyebut pemerintah harus merampungkan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
“Di dalam revisi tersebut, pemerintah memasukkan kriteria-kriteria masyarakat yang bisa memperoleh BBM subsidi,” ujarnya.
Ketiga, memberikan sosialisasi kepada masyarakat sebelum penerapan dilakukan. “Apabila ketiga tahap dilakukan seluruhnya, maka tidak akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Penyaluran BBM tepat sasaran memang harus dilaksanakan karena merugikan negara senilai triliunan,” ucapnya.
Gejolak yang dimaksud adalah kekhawatiran apabila terjadi kesalah pahaman masyarakat akan informasi ini. Fahmy khawatir masyarakat memaknai bahwa 17 Agustus nanti akan ada kenaikan harga ataupun kelangkaan barang.
“Hal ini menyebabkan munculnya panic buying pada hari-hari menjelang 17 Agustus. Rakyat berbondong-bondong membeli BBM di SPBU, menyebabkan antrian panjang dan seterusnya. Sehingga ini justru kontraproduktif,” ujarnya.