Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan saat ini masih menghitung potensi penerapan biodiesel 50% atau B50 pada 2026. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Eniya Listiani Dewi mengatakan pihaknya masih perlu banyak pertimbangan.
Menurut dia, masih ada beberapa hal menjadi bahasan Kementerian ESDM. “Kami kan baru melihat potensi. Secara teknis memang bisa, namun dari sisi hulu perlu diperkuat jumlahnya. Kemudian nanti konsep teknologi dan ekonominya juga sedikit ruwet,” ujarnya.
Sejauh ini, pemerintah masih tetap dengan rencananya, yaitu pelaksanaan biodiesel 40% pada 1 Januari 2025. "Kalau B40, saya yakin, insya Allah, bisa," ucapnya.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya menargetkan implementasi biodiesel 50% atau B50 akan dilakukan paling lambat 2026. Hal ini didukung oleh stok minyak sawit mentah atau crude palm oil mencukupi untuk kebutuhan produksi di dalam negeri.
Selain itu, Amran juga membuka opsi mengurangi kuota ekspor CPO jika stok dalam negeri tidak mencukupi untuk B50. Ketersediaannya saat ini masih mencukupi untuk bahan B50.
Produksi CPO Indonesia mencapai 46 juta ton, sedangkan yang dibutuhkan untuk pembuatan B50 hanya 5,3 juta ton. "Kita ekspor 26 juta ton, kalau mengambil 5,3 juta ton, berarti enggak ada masalah kan," kata Amran pada Selasa lalu.
Pemerintah akan lebih mengutamakan kebutuhan di dalam negeri dibandingkan untuk ekspor. Apabila membutuhkan lebih banyak bahan baku CPO untuk B50, maka stok tersebut akan diambil dari kuota ekspor. "Kami akan kurangi (kuota ekspor CPO) sesuai kebutuhan dalam negeri," ujarnya.