Jutaan Barang Impor Masuk, Ritel Kehilangan Potensi Rp 51,5 T di 2019

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi, warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Jumat (27/12/2019).
Penulis: Rizky Alika
23/1/2020, 14.59 WIB

Karena itu, Hariyadi menilai tingginya transaksi impor barang kiriman itu mengganggu industri dalam negeri, khususnya skala kecil. Untuk itu, ia mendukung perubahan batasan pengenaan bea masuk barang impor dari US$ 75 menjadi US$ 3.

(Baca: Perketat Impor, Bea Cukai Bakal Bisa Intip Data E-Commerce)

Meski begitu, menurut dia aturan itu tidak akan berdampak terhadap pengusaha di Batam. Sebab, seluruh barang dari luar negeri yang masuk ke Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor.

Hal itu karena Batam merupakan kawasan bebas pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan cukai.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah sepakat perihal hitung-hitungan potensi transaksi yang hilang tersebut. Menurut dia, ritel offline sulit berkompetisi dengan penjual online.

"Jadi 57 paket yang masuk tahun lalu sangat mengganggu sektor-sektor offline," ujar dia. (Baca: Tekan Impor, Pemerintah Bakal Ubah Batas Bea Masuk Jasa Pengiriman)

Halaman:
Reporter: Rizky Alika