Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Rosan P Roeslani, merespons positif kebijakan pemerintah dalam mengembangkan mobil listrik. Hanya saja pemerintah perlu memberikan insentif tambahan untuk mempercepat pertumbuhan industri mobil listrik.
Untuk merangsang pertumbuhan kendaraan jenis ini, pemerintah telah menggulirkan sejumlah kebijakan dan insentif. Dalam hal fiskal, misalnya, seperti pemangkasan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) hingga 0%. Lalu ada pembebasan kendaraan dengan nomor genap-ganjil, hingga pembebasan biaya parkir.
Namun Rosan merasa masih perlu terobosan lain sehigga makin banyak masyarakat yang tertarik memproduksi atau menggunakan kendaraan listrik. "Ternyata masih ada biaya-biaya tinggi. Sehingga mungkin mesti dilihat lagi apakah perlu mendorong pemerintah memberikan insentif lagi," ujarnya di gedung Menara Kadin, Jakarta, Senin (27/8).
(Baca: Kemenhub: Pengguna Kendaraan Listrik Bebas Aturan Ganjil - Genap)
Berdasarkan obrolan dengan salah satu pengusaha, untuk mendatangkan satu unit mobil listrik biayanya bisa enam kali lebih besar dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak.
"Kalau kita lihat sebetulnya masih ada komponen-komponen (biaya) lainnya. Tesla misalnya, bea masuk rata-rata 50%, kemudian dikenakan lagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dan Pajak Penghasilan (PPH) 10%, serta biaya balik nama," kata Rosan.
Karena itu, Rosan mengusulkan salah satu insentif fiskal yang dapat diberlakukan dengan memangkas biaya masuk mobil listrik pada tiga tahun pertama. "Misalnya biaya masuknya kita hilangkan untuk tiga tahun pertama, karena 50 % dari kendaraan cukup tinggi," ungkapnya.
Pada 8 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo akhirnya meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan. Tak hanya berisi berbagai detail aturan, pemberian beberapa insentif juga disebutkan dalam regulasi itu.
(Baca: Ada Insentif Pajak, Harga Mobil Listrik dan Konvensional Cuma Beda 15%)
Seperti pada pasal 19 menjelaskan tentang 14 insentif fiskal yang diberikan untuk program percepatan kendaraan berbasis baterai listrik. Insentif tersebut di antaranya berupa bea masuk untuk impor kendaraan listrik dalam keadaan terurai lengkap ataupun tidak, serta komponen utama untuk jumlah dan jangka waktu tertentu.
Kemudian, ada insentif berupa pajak penjualan atas barang mewah. Pajak pusat dan daerah juga dibebaskan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, dengan adanya beragam insentif seperti yang tercantum dalam baleid tersebut menyebabkan perbedaan harga mobil listrik dan mobil konvensional bisa semakin kecil.
"Sekarang bedanya 40%.Dengan kebijakan itu, mungkin (perbedaan harga) sekitar 10% sampai 15% dari mobil yang combustion engine (mesin pembakar)," kata Airlangga di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian beberapa waktu lalu.
Menurutnya, harga mobil listrik akan semakin murah karena ditopang oleh sejumlah insentif, seperti PPnBM sebesar 0 %. Selain itu, ada pula insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk menarik minat konsumen seperti pembebasan bea balik nama dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Reporter: Abdul Azis Said (Magang)