"Namun masing-masing industri pastinya sudah punya perencanaan kapan masuknya sesuai kebutuhan produksi," ujar dia sembari 'menunjuk jari' kepada Kemenperin yang menurutnya bertanggung jawab atas informasi kebutuhan bahan baku industri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara mengatakan, biasanya impor dibagi menjadi dua tahapan. Pada tahap pertama, SPI yang diterbitkan hanya sekitar setengah dari target impor 2,7 juta ton. "Tahap kedua dengan rekomendasi baru dari Kemenperin diberikan kepada Kemendag. Jadi rekomendasi tahap kedua belum keluar," ujarnya.
(Baca: Realisasi Impor Garam 40% Sepanjang Semester I-2019)
Akibat tertundanya rekomendasi impor tersebut, stok garam impor yang tersisa di dalam negeri sudah di ambang batas mencapai 77 ribu ton. Dengan sisa stok tersebut, dia memperkirakan pasokan akan habis pada September mendatang. Sementara, proses impor garam membutuhkan waktu sekitar 1-2 bulan.
Akibat pasokan yang menipis, salah satu produsen garam menurutnya produksinya mulai terganggu dan terpaksa berhenti beroperasi. "PT Cheetam Garam Indonesia sudah merumahkan 180 orang karyawan karena sudah kehabisan bahan baku," kata Cucu.
PT Cheetam merupakan pemasok garam untuk industri aneka pangan, seperti Indofood, Unilever, Ajinomoto, Wingsfood, dan lainnya. Hingga 15 Agustus lalu, realisasi impor garam baru mencapai 1,53 juta ton dari rencana impor tahun ini sebesar 2,7 juta ton, menurut data Kementerian Perdagangan. Ini berarti, masih terdapat kekurangan sekitar 1,2 juta ton garam impor.
(Baca: Produksi Indofood CBP Tak Terganggu Masalah Pasokan Garam Impor)