Uni Eropa baru mengajukan proposal besaran bea masuk anti-subsidi sementara dengan rentang marjin 8-18% untuk biodiesel Indonesia. Pemerintah tidak akan tinggal diam dalam menghadapi pengenaan bea masuk tambahan tersebut.
Tuduhan pengenaan subsidi itu dianggap sangat merugikan bagi industri biodiesel. "Indonesia tidak akan tinggal diam terhadap upaya yang secara tendensius bertujuan menghambat ekspor biodiesel ke Uni Eropa,” kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan seperti dalam keterangan tertulis, Jumat (26/7).
Menurutnya, pemerintah berupaya memberikan pembelaan dan melakukan pendekatan pada jalur diplomasi. Pemerintah juga telah menyampaikan protes keras kepada Uni Eropa dalam beberapa kesempatan. Bahkan sejak isu adanya penyelidikan, Indonesia telah konsultasi pra-penyelidikan dengan EU Case Team.
Menurutnya, Indonesia akan menyampaikan respons resmi yang menyatakan keberatan. Keberatan akan difokuskan pada metode perhitungan besaran bea masuk.
(Baca: Ekspor Minyak Sawit RI Merosot 18% Akibat Hambatan Dagang)
Pemerintah menduga perhitungan dilakukan dengan tidak memperhatikan fakta yang diperoleh selama penyelidikan. Namun, perhitungan menggunakan Best Information Available (BIA) atau data yang dimiliki oleh petisioner (pemohon/industri di Eropa) yang merugikan Indonesia.
Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menyatakan Indonesia harus tegas terhadap sikap Uni Eropa. Sebab, hal ini memberikan hambatan perdagangan yang signifikan pada ekspor biodiesel. “Sikap Uni Eropa ini tidak dapat dibiarkan," ujarnya.
Menurutnya, perusahaan biodiesel yang menggunakan bahan baku minyak sawit sangat mandiri. Artinya, pemerintah tidak memberikan subsidi industri biodiesel nasional seperti yang dituduhkan Benua Biru tersebut.
Pradnya pun mengatakan, proposal yang diajukan Uni Eropa mengindikasikan adanya penerapan Best Information Available. "Ini sangat tidak masuk akal," ujarnya.
Padahal, lanjut Pradnya, pemerintah telah bersikap kooperatif dan mengakomodir semua pertanyaan Uni Eropa selama penyelidikan. Indonesia akan menyampaikan respons tegas secara resmi untuk hal ini.
Pemerintah bersama produsen biodiesel akan terus melawan dengan berpegang pada data yang telah diberikan kepada penyelidik Uni Eropa. Bila Uni Eropa tetap mengenakan bea masuk anti-subsidi, Indonesia akan mengajukan banding ke EU General Court dan ke Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) World Trade Organization (WTO).
(Baca: Harga Indeks Pasar Biodoesel Juli Turun Terseret Pelemahan CPO)
Sebagai informasi, biodiesel Indonesia kembali menghadapi ancaman hambatan di Uni Eropa menginisiasi penyelidikan Anti-Subsidi pada Desember 2018. Penyelidikan tersebut berselang beberapa bulan setelah ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa terbebas dari bea masuk anti-dumping.
Pada Juli 2019, Uni Eropa mengajukan proposal besaran bea masuk anti-subsidi sementara dengan rentang marjin 8-18%. Gertakan Uni Eropa kembali dilancarkan melalui penyelidikan Anti-Subsidi terhadap biodiesel Indonesia.
Uni Eropa menilai pemerintah Indonesia memberikan fasilitas subsidi yang melanggar ketentuan WTO kepada produsen/eksportir biodiesel. Hal ini dapat mempengaruhi harga ekspor biodiesel ke UE.
Adapun, ekspor biodiesel ke Uni Eropa meningkat tajam dari sebelumnya US$ 116,7 juta pada 2017 menjadi US$ 532,5 juta pada 2018. Uni Eropa merupakan salah satu kawasan yang paling banyak mengimpor biodiesel dari Indonesia, meski pada 2010 ekspor biodiesel ke Benua Biru sempat mengalami penurunan.